I.   PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Masalah

Wilayah Aceh terletak di bagian paling barat gugusan kepulauan Nusantara, menduduki posisi strategis sebagai pintu gerbang lalu lintas perniagaan dan kebudayaan yang menghubungkan timur dan barat sejak dahulu. Aceh sering disebut sebagai tempat persinggahan para pedagang Cina, Eropa, India dan Arab, sehingga menjadikan daerah Aceh pertama masuknya budaya dan agama di nusantara. Menurut catatan sejarah, Aceh adalah tempat pertama masuknya agama islam di Indonesia dan sebagai tempat tumbuhnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Peurelak dan Pasai. Kerajaan yang dibangun Sultan Ali Mughayatsyah dengan ibukota Banda Aceh (Banda Aceh sekarang). Pada masa itu pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari, sehingga daerah ini mendapat julukan “Seuramoe Mekkah” (Serambi Mekkah).

Meskipun Aceh mendapat julukan “Seuramoe Mekkah”, tetapi kondisi keamanan dan politik di Aceh belum stabil. Hal ini terlihat pada masa konflik yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).  Konflik yang terus memanas mengakibatkan investasi swasta di Provinsi Aceh mengalami penurunan secara signifikan.      

 Namun setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah  Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinky, Finlandia, maka konflik yang sudah terjadi selama beberapa tahun berakhir secara damai. Dengan berakhirnya konflik iklim investasi di Aceh diharapkan dapat berkembang. Hal ini sejalan dengan salah satu isi dari MoU tersebut yaitu Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.

Walaupun konflik telah berakhir dengan damai, tetapi realisasi investasi swasta di Provinsi Aceh masih sangat minim jika dibandingkan dengan rencana investasi yang disetujui oleh pemerintah Aceh. Menurut Badan Investasi  dan Promosi Aceh, sejak tahun 2006 sampai dengan 2010 rencana investasi swasta dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) yang disetujui Pemerintah Aceh sebesar  US 52.149.454.097 belum ada realisasinya, sedangkan untuk investasi swasta Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari rencana yang disetujui Pemerintah  Aceh sebesar Rp 1.059.241.442.000, namun yang terelisasi hanya Rp 163.500.000.000. Dari data tersebut terlihat bahwa investasi swasta di Provinsi Aceh masih tergolong rendah.

Investasi merupakan aspek terpenting untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Tentu saja hal ini akan mendorong perluasan kesempatan kerja dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui  pendapatan yang diterima masyarakat dari hasil pekerjaannya.

Demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat didaerah maka pemerintah Aceh harus mampu merangsang minat para investor dalam maupun luar negeri agar bisa menanamkan modalnya. Untuk maksud tersebut, Pemerintah Aceh harus memberikan kemudahan bagi para investor. Hal ini sesuai dengan UU No 11 Tahun 2006 pasal 166 yang menyatakan bahwa untuk menarik minat investasi di Aceh, pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat menyediakan fasilitas perpajakan berupa keringanan pajak, pembebasan bea masuk, pembebasan pajak dalam rangka impor barang modal dan bahan baku ke Aceh, fasilitas investasi dan fasilitas fisikal yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh.

Berdasarkan jenis karakteristik, investasi dapat bersumber dari pemerintah (publik) dan swasta (private) umumnya investasi pemerintah ditanamkan pada produksi barang-barang publik dan semi publik, seperti pembangunan jalan dan jembatan, sekolah, taman, pasar, rumah sakit, dan sarana serta prasarana yang lainnya. Investasi dengan karakteristik seperti ini bersifat nirlaba atau non profit motive. Sedangkan investasi swasta adalah yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya para pengusaha dengan maksud mendapat manfaat berupa laba. Investasi ini disebut juga dengan istilah investasi dengan profit motive. Investasi dengan karakteristik seperti ini dapat dilakukan oleh pribadi atau perusahaan, seperti usaha mikro atau rumah tangga, usaha kecil dan menengah (UKM), usaha besar baik yang berbentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia di perekonomian yang berasal dari investasi dalam negeri. Investasi menghimpun akumulasi modal dengan membangun sejumlah gedung dan peralatan yang berguna bagi kegiatan produksi maka output potensial suatu barang akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan meningkat, dengan demikian bahwa investasi khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan pendapatan. Kekuatan ekonomi utama yang menentukan investasi adalah hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat suku bunga dan pajak, serta harapan mengenai masa depan.

Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan sesuatu yang sangat positif, karena hal tersebut dapat mengisi kekurangan tabungan yang didapat dari dalam negeri, menambah cadangan devisa, memperbesar penerimaan pemerintah dan mengembangkan keahlian manajerial bagi negara yang menerimanya.

Dalam kaitan antara tingkat suku bunga dengan investasi swasta tampaknya hubungan antara tingkat suku bunga dan investasi swasta ini bertolak belakang, hal ini dapat kita pahami karena pada saat tingkat suku bunga deposito mengalami kenaikan, maka kebanyakan pengusaha akan enggan untuk berinvestasi pada sektor produksi dan lebih memilih menaruh dananya pada deposito, karena selain hasilnya tinggi, resiko yang ditanggung juga relatif kecil.

Tingkat suku bunga deposito dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Bank Indonesia, dimana tingkat suku bunga deposito pada Bank umum dengan jangka waktu 1 bulan pada tahun Desember 2005 adalah sebesar 11,98% yang menurun menjadi sebesar 8,96% di tahun 2006 dan kembali menurun sebesar 7,19%, semakin menurunnya tingkat suku bunga mengindikasi investasi disuatu negara mulai tumbuh dan berkembang. 

Disamping itu, faktor lain yang juga memberi pengaruh terhadap pertumbuhan investasi disuatu Negara atau daerah adalah inflasi.  Pada saat inflasi tinggi menandakan bahwa kondisi perekonomian dalam keadaan kurang baik karena daya beli masyarakat akan turun yang selanjutnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang domestik sehingga akan mendorong para investor untuk menanam modalnya keluar negeri yang perekonomiannya lebih stabil. Hal ini menyebabkan pertumbuhan investasi disuatu negara atau daerah menjadi menurun. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berusaha menekan tingkat inflasi agar perekonomian menjadi kondusif dan kesejahteraan hidup dapat tercapai.

Dalam penelitian ini investasi swasta yang dibahas dibatasi pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Deposito terhadap Investasi Swasta di Provinsi Aceh”.





1.2. Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan adalah Apakah inflasi dan tingkat suku bunga deposito berpengaruh secara signifikan terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh?





1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang dikemukakan  diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah inflasi dan tingkat suku bunga deposito berpengaruh secara signifikan terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh.





1.4. Manfaat Penelitian

            Berdasarkan  perumusan masalah diatas, manfaat yang akan diperoleh dengan diadakannya penelitian ini dijabarkan dalam manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.





1.4.1. Manfaat Teoritis

Dilihat dari manfaatnya teoritis, bagi peneliti sendiri penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan yang selama ini diperoleh dalam materi perkuliahan yang kemudian dikembangkan dalam bentuk penelitian.

Disisi lain penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti lainnya yang berminat mengkaji dalam bidang yang sama dengan pendekatan dan  ruang lingkup yang berbeda, sehingga memberikan dampak yang positif terhadap kesinambungan hasil penelitian berikutnya.



1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pemerintah khususnya. Pemerintah Aceh dalam mengambil kebijakan dan keputusan yang terkait dengan perkembangan investasi swasta di Provinsi Aceh.



1.5. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah  sebagai berikut:

Bagian pertama Pendahuluan yang berisi tentang pokok-pokok pembahasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan sistematika pembahasan.

Bagian kedua Tinjauan Pustaka yang meliputi pengertian inflasi, tingkat suku bunga deposito, pengertian investasi, hasil penelitian terdahulu, dan perumusan hipotesis.

Bagian ketiga Metodelogi Penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel,               data penelitian diantaranya jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, model analisis data, defenisi operasional variabel, dan  pengujian hipotesis.

Bagian keempat Hasil dan Pembahasan meliputi statistik deskriptif, variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.

Bagian kelima kesimpulan dan saran menguraikan kesimpulan dan keterbatasan dari penelitian dan saran-saran.

























II.  TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Pengertian  Inflasi

            Salah satu fenomena yang sangat penting  yang sering terjadi disemua Negara di dunia adalah inflasi. Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan terus-menerus.

            Menurut Boediono (1990, h.155), defenisi singkat inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.

            Rahardja dan Manurung (2004, h.155) mendefinisikan inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Dari defenisi ini, ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi.

1.    Kenaikan harga

            Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga sebelumnya. Misalnya, harga sabun mandi 80 gr perbuah kemarin adalah Rp.1.000. Hari ini menjadi Rp.1.100. Berarti harga  perbuah hari ini Rp.100 lebih mahal dibandingkan kemarin. Berdasarkan kondisi ini dapat dikatakan telah terjadi kenaikan harga sabun. Perbandingan tingkat harga bisa dilakukan dengan gerak waktu lebih panjang yaitu seminggu, sebulan, triwulan dan setahun. Disamping itu perbandingan harga juga bisa di lakukan berdasarkan patokan musiman.

2.    Bersifat Umum

            Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik. Misalnya kenaikan harga BBM dapat menimbulkan terjadi kenaikan pada harga barang-barang lain.

3.    Berlangsung terus-menerus

            Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan. Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus-menerus. Rentang waktu yang lebih panjang adalah triwulan dan terus-menerus.



2.1.1. Jenis-jenis Inflasi.

            Menurut Sukirno (2006, h.333-337) Inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu :

a)    Berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut :

1.    Inflasi tarikan permintaan

           Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat.  Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi. Gambar 1 dapat digunakan untuk menerangkan wujudnya inflasi tarikan permintaan. Kurva AS adalah penawaran agregat dalam ekonomi , sedangkan AD1, AD2, dan AD3 adalah permintaan agregat. Misalkan pada mulanya permintaaan agregat adalah AD1 Maka pendapatan nasional adalah Y1 dan tingkat harga adalah P1. Perekonomian yang berkembang pesat mendorong kepada kenaikan permintaan agregat, yaitu menjadi AD2. Akibatnya pendapatan nasional mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, yaitu YF dan tingkat harga naik dari P1 ke PF. ini berarti inflasi telah wujud. Apabila masyarakat masih tetap menambah pengeluarannya maka permintaan agregat menjadi AD3. Untuk memenuhi permintaan yang semakin bertambah tersebut, perusahaan-perusahaan akan menambah produksinya dan menyebabkan pendapatan nasional rill meningkat dari YF menjadi Y2. Kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat, yaitu dari PF ke P2.

           Disamping dalam masa perekonomian berkembang pesat, infasi tarikan permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus-menerus. Dalam masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya. Untuk membiayai kelebihan pengeluaran tersebut pemerintah terpaksa mencetak uang atau meminjam dari bank sentral. Pengeluaran pemerintah yang berlebihan tersebut menyebabkan permintaan agregat akan melebihi kemampuan ekonomi tersebut menyediakan barang dan jasa. Maka keadaaan ini akan mewujudkan inflasi.

Gambar 1

Tingkat Harga
Inflasi Tarikan Permintaan


Pendapatan Nasional Rill

P22

P

P

0

Y

Y

Y

AD

AD

AD

AS














2.    Inflasi desakan biaya

            Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah. Apabila perusahaan-perusahaan permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.

            Inflasi desakan biaya dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar 2. Kurva AS1, AS2 dan AS3 adalah kurva penawaran agregat, sedangkan kurva AD adalah permintaan agregat. Andaikan pada mulanya kurva penawaran agregat adalah AS1. Dengan demikian pada mulanya keseimbangan ekonomi Negara tercapai pada pendapatan nasional Y1, yaitu pendapatan nasional pada kesempatan kerja penuh dan tingkat harga adalah pada P1. pada tingkat kesempatan kerja yang tinggi perusahaan-perusahaan sangat memerlukan tenaga kerja. Keadaaan ini cenderung akan menyebabkan kenaikan upah dan gaji karena :

a.     Perusahaan-perusahaan akan berusaha mencegah perpindahan tenaga kerja dengan menaikkan upah dan gaji

b.    Usaha untuk memperoeh pekerja tambahan hanya akan berhasil apabila perusahaan-perusahaan menawarkan upah dan gaji yang lebih tinggi

            Kenaikan upah akan menaikkan biaya dan kenaikan biaya akan memindahkan fungsi penawaran agregat ke atas, yaitu dari AS1 mnejadi AS2. Sebagai akibatnya tingkat harga naik dari P1 menjadi P2. Harga barang yang tinggi ini mendorong para pekerja menuntut kenaikan upah lagi, maka biaya produksi akan semakin tinggi. Pada akhirya ini akan menyebabkan kurva penawaran agregat bergeser dari AS2 menjadi AS3. Perpindahan ini menaikan harga dari P1 ke P2. Dalam proses kenaikan harga yang disebabkan oleh kenaikan upah dan kenaikan penawaran agregat ini pendapatan nasional rill terus mengalami penurunan, yaitu dari YF (Y1) menjadi Y2 dan Y3. Berarti akibat dari kenaikan upah tersebut kegiatan ekonomi akan menurun dibawah tingkat kesempatan kerja penuh.

Gambar  2
Inflasi desakan kost
            Dalam analisis diatas diandaikan kenaikan upah tidak menyebabkan kenaikan dalam permintaan agregat. Dalam prakteknya, kenaikan upah mungkin juga diikuti oleh kenaikan dalam permintaan agregat  rill. Apabila keadaan ini berlaku, kenaikan harga akan menjadi semakin cepat dan kesempatan kerja tidak mengalami penurunan. Andaikan setelah AS1 menjadi AS2 permintaan agregat AD berubah menjadi AD1. Akibat dari perubahan ini kesempatan kerja penuh tetap tercapai, tetapi tingkat harga lebih tinggi dari P2. Apabila proses kenaikan upah baru berlaku, penawaran agregat akan bergerak dari AS2 ke AS3 . Sekiranya ini diikuti pula oleh kenaikan permintaan agregat menjadi AD2 maka tingkat kesempatan kerja penuh masih tetap tercapai, tetapi harga-harga akan mencapai tingkat yang lebih tinggi dari P3 yaitu menjadi P4


AS₃

AS₁

AS₂



P₄
Tingkat Harga


Pendapatan Nasional Rill

AD₂

P₃



AD₁

P₂

P₁22



AD



  YF = 1

Y3

Y2



3.    Inflasi diimpor

                        Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, inflasi ini akan terwujud apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan . Satu contoh yang nyata dalam hal ini adalah efek karena harga minyak dalam tahun 1970an kepada perokonomian negara-negara barat dan negara-negara pengimpor minyak lainnya. Maka kenaikan harga minyak tersebut menaikkan biaya produksi dan kenaikan biaya produksi mengakibatkan kenaikan harga-harga. Kenaikan harga minyak yang tinggi pada tahun 1970an (yaitu dari US$3.00 pada tahun 1973 menjadi US$12.00 pada tahun 1974 dan menjadi US$30.00 pada tahun 1979) menyebabkan masalah stagflasi yaitu inflasi ketika pengangguran adalah tinggi di berbagai negara.  

            Wujud stagflasi sebagai akibat inflasi diimpor dan penurunan nilai mata uang seperti yang diterangkan diatas dapat digambarkan secara grafik, yaitu seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. permintaan agregat dalam ekonomi adalah AD sedangkan pada mulanya penawaran agregat adalah AS1. Dengan demikian pada mulanya pendapatan nasional adalah Y1. Gambar 3 menunjukkan pendapatan ini dicapai dibawah pendapatan pada kesempatan kerja penuh (YF) maka jumlah pengangguran adalah tinggi. Kenaikan harga barang impor yang penting artinya diberbagai industri menyebabkan biaya produksi naik dan ini seterusnya akan mengakibatkan perpindahan kurva penawaran agregat dari AS1 menjadi AS2 pendapatan menurun dari Y1 kepada Y2 sedangkan tingkat harga naik dari P1 menjadi P2 ini berarti secara serentak perekonomian menghadapi masalah inflasi dan pengangguran yang lebih buruk. Ahli-ahli ekonomi menamakan masalah seperti ini dengan istilah stagflasi yaitu istilah yang bersumber dari kata “stagnation” dan “inflation”. Dengan demikian stagflasi menggambarkan keadaan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat.

Gambar  3
Inflasi Dimpor dan Stagflasi





Tingkat Harga

AS₂

AS₁
                                        




P₂



P₁



AD





0

Y₂

Y₁



YF



                                                                                           Pendapatan Nasional Rill

b)   Berdasarkan kepada tingkat kelanjuan kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dapat dibedakan kepada tiga golongan yaitu inflasi merayab, hiperinflasi dan inflasi sederhana.

1.    Inflasi merayap adalah proses kenaikan harga-harga yang lambat jalannya. Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga-harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen setahun.

2.    Hiperinflasi adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat.

3.    Inflasi sederhana adalah proses kenaikan harga-harga yang mencapai diantara 5 hingga 10 persen.



2.1.2. Pengukuran laju tingkat inflasi.

            Tinggi rendahnya inflasi pada suatu Negara pada waktu tertentu tergantung pada indikator dan tahun dasar yang digunakan. Ada beberapa indikator yang biasanya yang digunakan untuk mengukur besarnya laju perubahan kenaikan inflasi yaitu :

1)   Indeks harga konsumen (IHK) atau indeks biaya hidup (IBH).

            Indeks harga konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakkan dari paket barang dan jasa yang di konsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survey bulanan di 45 kota, dipasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang dan jasa disetiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.

2)   Indeks harga perdagangan besar (IHPB)

            Indeks harga perdagangan besar menitik beratkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar, ini berarti harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi termasuk dalam perhitungan indeks harga. Biasanya perubahan indeks harga ini sejalan atau searah dengan indeks biaya hidup.



3)   Deflator Pendapatan Nasional (GNP Deflator atau GDP Deflator)

            GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP, jadi lebih bayak jumlahnya bila dibandingkan dengan dua indeks diatas. GNP Deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP Rill (atas dasar harga konstan).



2.1.3. Pengaruh Inflasi

                        Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki pengaruh sebagai berikut:

a)        Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab distribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan rill satu orang meningkat, tetapi pendapatan rill orang lainnya jatuh.

b)        Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi hal ini dapat terjadi kerena inflasi dapat mengalahkan sumber daya investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif, ini disebut efesiensi effect of inflations.

c)        Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan dan juga memotivasi orang bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut output and employment effect of inflation.



2.2. Tingkat  Suku Bunga Deposito

            Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari meminjam uang untuk menggunakan daya belinya  dan biasanya dinyatakan dalam persen (%).

            Menurut Samuelson (2004, h.190) suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan perunit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain suku bunga adalah harga-harga yang di bayar untuk meminjam uang, yang menginginkan peminjam mendapatkan sumber daya nyata selama masa peminjaman.

Sunariyah (200, h.62) mengemukakan bahwa: “ Tingkat suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumberdaya yang digunakan oleh debitur yang dibayarkan kepada kreditur”. Sedangkan Boediono (2001, h.75) mengemukakan bahwa: “Tingkat bunga adalah sebagai harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu”.

            Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat suku bunga merupakan harga yang harus dibayarkan bank karena meminjam atau mengunakan uang nasabah dalam bentuk produk simpanan seperti giro, tabungan dan deposito dengan jangka waktu tertentu yang ditentukan berdasakan kesepakatan antara nasabah dengan pihak bank.

Dalam kegiatan perbankan konvensional sehari-hari, ada 2 macam suku bunga yang diberikan bank kepada nasabahnya :

1.   Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2.   Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga,contohnya bunga kredit.

Kedua macam suku bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dana yang harus di keluarkan oleh bank kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman  merupakan pendapatan bank yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun pinjaman  masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, jika bunga simpanan tinggi maka secara otomatis bunga pinjaman kredit ikut naik dan demikian pula sebaliknya.

Menurut Firdaus dan Ariyanti (2004, h.79) mengatakan bahwa jasa giro memiliki suatu tingkat bunga yang kecil sehingga kurang menarik bagi pemilik uang untuk menabungkan uangnya pada rekening koran maka bank menciptakan deposito sebagai suatu sarana untuk menabung. Deposito ini bunganya lebih besar karena memiliki tenggang waktu yang pasti. Kepastian tenggang waktu tabungan ini memberikan kesempatan bagi pimpinan bank untuk merencanakan penyaluran kredit kepada debitornya. Deposito di Indonesia didasarkan pada Instruksi Presiden No. 28 Tahun 1968 tanggal 9 September 1968. Menurut UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Bab I Pasal 1 butir 7.

            Simpanan deposito dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu  tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank. Berbeda dengan giro dan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan giro tabungan (Hasibuan 2001, h.125). Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan Bilyet deposito. Dalam prakteknya ada jenis deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call.

            Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1,3,6,, hingga 12 bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat ditarik atau di uangkan pada saat jatuh temponya, oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito tersebut. Oleh karena itu, deposito berjangka merupakan simpanan atas nama. Apabila jangka waktu yang telah di tentukan habis maka deposan dapat menarik deposito berjangka atau memperpanjang dengan suatu periode yang diinginkan. Deposito berjangka dapat diterbitkan atas nama perorangan maupun lembaga.

            Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu yang ditetapkan masing-masing bank sesuai dengan perhitungan kondisi bunga dipasar. Bunga deposito berjangka di bayar setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok (tanggal berakhirnya jangka waktu penyimpanan).

            Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas tunjuk dengan izin Bank Indonesia di keluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjual belikan pada pihak ketiga. Pada prinsip nya sama dengan deposito berjangka, perbedaan hanyalah bahwa sertifikat deposito diterbitkan atas tunjuk dalam bentuk sertifikat sedangkan deposito berjangka di keluarkan atas nama. Jadi, sertifikat deposito yang ditunjukkan harus dibayar oleh bank yang menerbitkannya. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan dimuka dalam arti dipotong dari harga nominalnya pada waktu sertifikat deposito itu dibeli, baik tunai maupun non tunai. Selain itu, bunga juga dapat dicairkan setiap bulan atau jatuh tempo. Sebagai catatan tambahan, perlu diperhatikan bahwa bank umum dan bank pembangunan yang diperbolehkan. Itupun harus memperoleh izin Bank Indonesia setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Antara lain dari segi kesehatan dan kemampuan bank dari segi kebutuhan.

            Deposit on call yang merupakan jenis deposito ketiga hanya digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar, misalnya Rp.25.000.000 dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan Deposit on call memiliki jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. Deposit on call di terbitkan atas nama. Pencairan bunga dilakukan pada saat pencarian Deposit on call. Apabila deposan ingin mencairkan depositonya sebelum Deposit on call tersebut dicairkan sesuai jangka waktunya, tiga hari sebelumnya deposan terlebih dahulu harus memberitahukan kepada pihak bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan mencairkan deposit on call nya. Pada dasarnya deposito tidak dapat ditarik atau dicairkan deposan sebelum deposito yang bersangkutan jatuh tempo. Bila hal itu terpaksa dilakukan, maka penabung dikenakan denda atau biasanya disebut dengan penalty. Denda atau penalty yang dikenakan yaitu sebesar selisih antara bunga yang diperoleh selama deposito belum jatuh tempo dengan bunga yang berlaku sesuai dengan lamanya deposito mengendap. Di samping dikenakan penalty, nasabah juga dikenakan biaya administrasi tergantung dari besarnya nilai minimal deposito yang bersangkutan.



2.3. Pengertian Investasi

            Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai banyak pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi. Deliarnov (1995,  h.80-81) dalam bukunya mengemukakan bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/mental, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua peralatan modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan konstruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga.

            Todaro (2000), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan datang disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal.

            Suparmoko dan Maria R dalam Lubis et.al (2008,  h.113) investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk menambah atau mempertahankan persediaan kapital (capital stock). Persediaan kapital ini terdiri dari pabrik-pabrik, mesin-mesin kantor dan barang tahan lama lainnya yang dipakai dalam proses produksi, termasuk dalam pesediaan kapital adalah rumah-rumah dan persediaan barang-barang yang belum dijual atau dipakai pada tahun yang bersangkutan (inventory).

            Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal dan perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tesedia dalam perekonomian (Sukirno 2006,  h.121).

            Secara singkat, investasi (investment) dapat di defenisikan sebagai tambahan bersih terhadap stok kapital yang ada (net addition to existing capital stock). Istilah lain dari investasi adalah penumpukan modal (capital formation) atau akumulasi modal (capital accumulation) (Nanga didalam Lubis, dkk, 2008: 113).

            Investasi tidak berarti pembelian saham, obligasi atau asset keuangan lainnya, investasi terdiri dari belanja untuk (1) pabrik dan peralatan baru, (2) rumah baru dan (3) kenaikan persediaan netto. Investasi usaha mencakup pembelian barang kapital saat ini atas ekspentasi adanya penerimaan dimasa mendatang (McEachern dalam Lubis et. al. 2008,  h.113).

            Ada  tiga bentuk pengeluaran investasi, yakni (1) investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang perusahaan beli untuk proses produksi. (2) investasi residensial (residential investment) mencakup perumahan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang beli tanah untuk disewakan. (3) investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan digudang termasuk bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi (Mankiw didalam Lubis, et.al 2008,  h.113).



2.3.1. Jenis-jenis investasi

            Rosyidi (2006) membagi investasi menurut jenisnya. Pembagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.    Autonomus investment dan induced investment.

            Autonomus investment (investasi otonom) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan-perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor selain pendapatan yang mempengaruhi tingkat investasi seperti itu adalah, tingkat bunga, pendapatan nasional, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya.

            Indirect investment (investasi terimbas adalah bersebelahan dengan autonomious interestiment. Induced investment ini sangat di pengaruhi oleh tingkat pendapatan. Pengaruh pendapatan atas investasi terimbas seperti dulu tampak seperti gambar 4.

 
Pendapatan

B

D

Investasi

A

O

GNP

C

Ii














                                    Gambar : 4 indirect inversment                      

            Didalam gambar 4 ini pun investasi diletakkan pada sumbu tegak, sedangkan sumbu datar dipakai untuk menyatakan pendapatan. Fungsi investasi adalah Ii , dimana fungsi itu menyatakan tingginya tingkat investasi terimbas pada berbagai pada tingkat pendapatan. Fungsi investasi itu condong ke kanan atas, untuk menyatakan bahwa antara tingkat investasi dengan tingkat pendapatan terdapat hubungan positif. Juga fungsi Ii itu dilukiskan sedemikian rupa, sehingga memotong sumbu datar (GNP) dari bawah, dimaksudkan untuk menyatakan bahwa terdapat investasi negatif pada suatu tingkat pendapatan yang rendah (yaitu tingkat pendapatan nol hingga 0D ). Dengan perkataan lain, para pengusaha berpendapat bahwa rendahnya tingkat pendapatan nasional (kurang atau sama dengan 0D) justru akan membawa bencana bagi kehidupan usaha mereka dimasa datang.

2.    Public investment dan private investment.

            Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan perkataan pemerintah disini adalah baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan, maupun desa. Pendek kata, publik investment tidak dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bersifat personal : investasi ini bersifat impersonal, dalam arti kata resmi. Sedangkan private investment adalah kebalikannya. Private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta.

3.    Domestic investment atau foreign investment.

            Domestic artinya adalah dalam negeri, sedangkan foreign artinya luar negeri. Dengan itu jelaslah bahwa domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Sebuah Negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam  (natural  resources)  dan faktor produksi tenaga manusia (human resources) namun tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengolah sumber-sumber yang dimilikinya itu, akan mengundang modal asing ini agar sumber-sumber yang ada di dalam negeri tetapi belum termanfaatkan sepenuhnya itu bisa digali sehingga tidak mubazir.

4.    Gross Investment (investasi bruto)

            Adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian, investasi bruto ini dapat bernilai positif ataupun nol (yakni : ada atau tidak ada investasi sama sekali), tetapi tidak akan bernilai negatif. Dimaksudkan dengan investasi bruto disini adalah semua jenis investment yang dilaksanakan sesuatu Negara, dengan tidak peduli jenis investasi apa sajakah yang dilaksanakan itu. (Rosyidi, 2006).



2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat investasi

            Menurut kelana dalam Aminuddin et.al (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat investasi yaitu :

1.    Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan diberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Investor hanya akan menanamkan modal nya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar) yang diterima lebih besar dari tingkat bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan  modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito) dan menggunakannya untuk investasi.

2.    Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

3.    Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total agregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (induced investment).

4.    Keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para investor untuk menyediakan sebagian dari keuntungan yang diperoleh untuk investasi-investasi baru.

5.    Situasi politik suatu Negara akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi investor terutama pada investor asing, untuk menanamkan modalnya. Mengingat bahwa investasi memerlukan jangka waktu yang relatif lama untuk memperoleh kembali modal yang ditanam dan memperoleh keuntungan dan stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para investor.

6.    Kemajuan teknologi dengan adanya temuan-temuan teknologi baru (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan investor, sehingga semakin tingkat investor yang akan dicapai.

7.    Kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah, tersedia berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan raya, listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Disamping itu adanya bentuk insentif yang diberikan pemerintah seperti keringanan-keringanan di dalam perpajakan (tax holiday) yaitu suatu keringanan di dalam pembebasan pajak yang diberikan kepada suatu perusahaan yang mau menanam modalnya.



2.4. Hubungan Inflasi dengan Investasi

Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan meningkatkan perkembangan perekonomian. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Oleh karena itu pengusaha lebih suka menjalan kegiatan investasi dalam bentuk spekulasi, sehingga investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun.



2.5. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Investasi

Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Effisiency of capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (Return of Investment). Hubungan antara MEC, Investasi dan Tingkat suku bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun. Dimana garis ini menunjukkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat yang berlaku.




     Suku bunga    




                     i1                                      MEC1



                   i2                                       MEC2

                                                      










                                                I1              I2                     Investasi



                       Gambar 1.4 Hubungan tingkat bunga dan Investasi

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika suku bunga berada pada i1 dan tingkat investasi berada pada I1 maka menghasilkan MEC1 dan ketika suku bunga berada pada i2 dan tingkat investasi berada pada I2 maka menghasilkan MEC2. Maka dapat di simpulkan apabila tingkat suku bunga nya tinggi maka investasi nya menurun dan juga kebalikan apabila suku bunga nya menurun maka investasi nya tinggi.



2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

            Berbagai penelitian telah dilakukan berkaitan dengan pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga deposito terhadap investasi diantaranya sebagai berikut.

1.    Hasil penelitian Lubis, Syaad Afifuddin, dan Kasyful Mahalli

            Lubis et.al, meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan investasi di Indonesia pada periode tahun 1985-2005. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel suku bunga dalam negeri dan pendapatan nasional secara simultan berpengaruh terhadap permintan investasi di Indonesia. Sedangkan secara parsial tingkat suku bunga dalam negeri mempunyai hubungan yang negatif terhadap permintaan investasi di Indonesia dan pendapatan nasional mempunyai hubungan positif dan sangat berpengaruh terhadap permintaan investasi di Indonesia.

2.    Hasil penelitian Merryana Christina (2010)

            Christina meneliti tentang faktor-faktor Ekonomi makro yang mempengaruhi investasi sektor transportasi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk domestik Bruto (PDB) sektor transportasi, inflasi dan infrastruktur jalan mempengaruhi besarnya penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor transportasi di Indonesia, sedangkan inflasi dan infrastruktur jalan, kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap penanaman modal dalam negeri.



2.7. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah diduga inflasi dan tingkat suku bunga deposito  berpengaruh terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh.



















III.  METODE PENELITIAN



3.1. Populasi dan Sampel

            Populasi yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini adalah seluruh investasi swasta yang di kembangkan dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Aceh.

            Mengingat luasnya aspek yang diteliti dan terbatasnya dokumen terhadap informasi mengenai inflasi dan tingkat suku bunga deposito terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh maka peneliti mengambil sampel tentang inflasi, tingkat suku bunga deposito dan realisasi investasi swasta PMDN di Provinsi Aceh. pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi dan tingkat suku bunga deposito terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2010.



3.2. Data Penelitian

3.2.1. Jenis dan Sumber Data

            Penelitian ini mengunakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Badan Investasi dan Promosi  Aceh serta instansi lainnya yang mendukung penelitian ini. Data sukunder yang digunakan merupakan data time series dan cross section selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2010.

            Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel terikat yaitu investasi swasta dan dua variabel bebas yaitu inflasi tahunan dan tingkat suku bunga deposito jangka waktu tiga bulan di Provinsi Aceh.



3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

            Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.    Studi Kepustakaan (Library Research)

            Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teori yang kemudian digunakan sebagai literature penunjang guna mendukung penelitian yang dilakukan. Data ini dapat diperoleh dari buku-buku sumber yang  dapat dijadikan acuan ataupun dari artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.

2.    Studi Lapangan (Field Research)

            Dalam  penelitian lapangan penulis melakukan pengutipan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dengan mendatangi langsung  instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini, misalnya Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh,  Badan Investasi dan Promosi Aceh dan Bank Indonesia Cabang Banda Aceh.



3.3. Model Analisis Data

            Untuk menguji dan menyatakan kejelasan tentang kekuatan variabel bebas terhadap investasi swasta di gunakan variabel bebas terhadap investasi swasta digunakan model analisis regresi linear berganda dengan software SPSS. Adapun bentuk model yang digunakan yaitu :

                        Log Y = a + b1 X1 + b2 X2+ e i

Dimana :

Log Y  =  investasi swasta

X1           =  inflasi

X2           =  tingkat suku bunga deposito

a           =  konstanta

b1 2      =  kesalahan regresi

e¡          =  kesalahan pengganggu



            Metode regresi OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE, yakni tidak terdapat autokorelasi dan tidak terdapat multikolinearitas, oleh karena nya uji asumsi klasik perlu dilakukan.



3.4. Defenisi Operasional Variabel

            Dalam penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari dua variabel independen X1 dan X2 dan satu variabel terikat Y. Masing-masing variabel tersebut defenisi dan dioperasionalkan sebagai berikut :

1.    Inflasi adalah tingkat inflasi tahunan Provinsi Aceh diukur dalam satuan persen.

2.    Tingkat suku bunga deposito adalah tingkat suku bunga deposito jangka waktu tiga bulan di Bank Indonesia Provinsi Aceh ( dalam satuan persen ).

3.      Investasi swasta adalah  Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Aceh (dalam milyar rupiah).



3.5. Pengujian Hipotesis

            Pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1)     Uji signifikasi (pengaruh nyata) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) baik secara bersama-sama (serentak) maupun secara persial (individual) akan dilakukan dengan uji statistik F (F-test) dan uji statistik t (t-test)

a)    Uji F-statistik

            Uji F-statistik digunakan untuk menguji  pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama (serentak) terhadap variabel terikat. Hipotesis dirumuskan sbb :

1.    Ho : b1, b2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (serentak) dari seluruh variabel (X1 dan X2) terhadap variabel terikat (Y).

2.    H1 : b1 , b2 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (serentak) dari variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variable terikat Y.

Nilai Fhitung dapat dicari dengan rumus (Gujarati , 1945 :121)


            Untuk menentukan nilai Ftabel, tingkat signifikasi yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasar (degree of freedom) df =(n-k) dan (k-1) dimana n adalah sumber observasi, k adalah jumlah variabel termasuk intersep, dengan kiteria uji Y digunakan adalah :

      Apabila Fh < Ft, maka H0 diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti.

      Apabila Fh > Ft, maka H0 ditolak H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti.

b)      Uji t-statistik

            Keterandalan OLS sebagai alat etsimasi sangat ditentukan oleh signifikasi parameter-parameter yang dalam hal ini adalah koefisien regresi (b1) dilakukan dengan statistik t (student t). Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan adalah :

1)    Ho : b1 ≠ 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel inflasi terhadap investasi swasta.

H1  : b2 = 0, artinya terdapat yang signifikan dari variabel inflasi terhadap investasi swasta.

2)    Ho : b2 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh  yang signifikan dari variabel tingkat suku bunga deposito terhadap investasi swasta.

H1 : b2  ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang siginifikan dan variabel tingkat suku bunga deposito terhadap investasi swasta.

Nilai thitung dicari dengan   menggunakan rumus    (Gujarati, 1995, h.144)

                thitung =

            Untuk menentukan nilai ttabel, ditentukan tingkat signifikan 5% dengan derajat kebebasan df (n-k) dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah variabel termasuk intersep, dengan kiteria uji adalah :

      Apabila th > tt, maka H0 ditolak H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti.

      Apabila th < tt, maka H0 diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor yang diteliti.

2)     Untuk pengujian konstribusi kemampuan menjelaskan variabel bebas secara bersama-sama (serentak) variasi variabel terikat dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2) berganda dimana nilai koefisiennya antara 0 ≤ 1, hal ini berarti bahwa nilai R² yang semakin besar mendekati 1 merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya kemampuan menjelaskan perubahan variabel bebas X1 terhadap variabel terikat Y.







IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1. Gambaran Umum Variabel Penelitian

Bagian ini akan diutarakan perkembangan faktor-faktor yang menjadi variabel penelitian dalam skripsi ini yaitu investasi swasta, inflasi dan suku bunga deposito.



4.1.1.  Perkembangan Investasi Swasta Provinsi Aceh



            Dalam bidang perekonomian, penanaman modal atau investasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan kesempatan kerja. Oleh karena nya upaya pemerintah untuk menarik investasi swasta di Provinsi Aceh secara intensif perlu dilakukan. Didalam pasal 54 ayat 1 UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menyatakan bahwa perekonomian di Aceh merupakan perekonomian terbuka dan tanpa hambatan dalam investasi sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional. Dari pasal tersebut dapat dikatakan bahwa Aceh dapat menentukan sendiri investasi didaerahnya melalui peraturan daerah atau qanun. Meskipun Aceh sebagai daerah yang kaya akan potensi alam dan wisatanya tetapi tingkat investasi baik dari dalam maupun luar negeri belum juga menunjukkan perkembangan.



Selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2010 investasi swasta yang terealisasi relatif kecil. Hal ini dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :





Tabel 4.1

Perkembangan Realisasi Investasi Swasta di Provinsi Aceh

 Tahun 2006 - 2010



Tahun
Investsi PMA
Investasi PMDN
Rencana
( US $ )
Realisasi
( US $ )
Rencana
( Rp)
Realisasi
( Rp )
2006
53.475.500
0
218.623.552.000
137.500.000.000
2007
36.985.997
0
772.217.890.000
0
2008
1.477.071.600
0
26.000.000.000
26.000.000.000
2009
420.350.000
0
42.400.000.000
0
2010
50.161.571.000
0
0
0

Sumber: Badan Investasi dan Provinsi Aceh, (2010)



            Dari Tabel diatas terlihat, sejak tahun 2006  rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai US $ 53.475.500 belum ada yang terealisasi, pada tahun yang sama dari rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp. 218.623.532.000 yang terealisasi adalah Rp.137.500.000.000. Pada tahun 2007, rencana investasi penanaman modal asing (PMA) senilai US $ 36.985.997, tetapi belum juga terealisasi. Masih pada tahun yang sama, dari rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 772.217.890.000, belum juga terealisasi. Tahun 2008 rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai US $ 1.477.071.600, belum juga ada realisasinya. Di tahun yang sama, rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp. 26.000.000.000 yang terealisasi adalah Rp. 26.000.000.000. Pada tahun 2009, dari rencana investasi Penanaman Modal Asing (PMA) senilai US $ 420.350.000. namun belum juga terealisasi, sedangkan rencana investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp. 42.400.000.000 belum ada realisasinya, pada tahun 2010, rencana investasi PMA senilai US $ 50.161.571.000, belum juga terealisasi. Sedangkan investasi PMDN pada tahun 2010 tidak ada nilai investasinya yang direncanakan.



4.1.2. Laju Inflasi Provinsi Aceh

            Laju inflasi yang terjadi di Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2010 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Perkembangan laju inflasi di Provinsi Aceh selama kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 dapat diamati pada tabel dibawah ini.

                                                           Tabel 4.2       

Perkembangan Laju Inflasi Provinsi Aceh

Tahun 2006 - 2010



Tahun
Laju Inflasi
(%)
Pertumbuhan  
 (%)
2006
9,98
-77,38
2007
9,41
-5,72
2008
11,92
26,68
2009
3,72
-68.80
2010
5,86
57.53

     Sumber : Bps Aceh (2011)

            Berdasarkan Tabel diatas, pada tahun 2006 laju inflasi di Provinsi Aceh sebesar 9.98%. Pada tahun 2007 laju inflasi di Provinsi Aceh mengalami penurunan sebesar 9.41% atau -6%, sedangkan tahun 2008 laju inflasi di Provinsi Aceh mengalami peningkatan sebesar  11.92% atau 27%. Tahun 2009 laju  Provinsi Aceh mengalami penurunan sebesar 3.72% atau -69%. Pada tahun 2010 laju inflasi di Provinsi Aceh kembali mengalami peningkatan dibanding pada tahun  2009 yaitu sebesar 5.86% atau 58%.



4.1.3. Perkembangan Suku Bunga Deposito.

            Perkembangan suku bunga deposito (jangka waktu 3 bulan) di Provinsi Aceh selama periode tahun 2006 sampai dengan 2010 selalu mengalami fluktuasi. Pada Tabel 4.3 perkembangan suku bunga deposito (jangka waktu 3 bulan)  tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 8,64 % sedangkan tingkat suku bunga deposito terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 6,06%.

Tabel 4.3

Pertumbuhan Suku Bunga Deposito (jangka waktu 3 bulan) pada Bank Indonesia Provinsi Aceh Tahun 2006 - 2010



Tahun
Suku bunga deposito
(%)
Pertumbuhan
(%)
2006
8,16
-15.88
2007
6,17
-24,39
2008
8,64
-40,03
2009
6,23
-27,89
2010
6,06
-2,73

   Sumber : Bank Indonesia Provinsi Aceh (data diolah)

            Pada Tabel 4.3 diatas terlihat bahwa pertumbuhan suku bunga deposito tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 40,03%, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar -27,89%.



4.2  Statistik Deskriptif variabel Penelitian.

            Hasil statistik deskriptif terhadap variabel penelitian disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.4

Descriptive Statistics




Mean
Standar deviation
N
Log_Investasi
4.3104
5.90781
5
Inflasi
8.1780
3.31717
5
Budep
7.0520
1.24369
5



            Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa variabel investasi swasta (Y) dengan jumlah data (N) sebanyak 5 memiliki mean 4,3104, standar deviasi 5.90781. Variabel inflasi (X1) dengan jumlah data (N) sebanyak 5 memiliki mean 8,1780, standar deviasi 3,31717. sedangkan variabel suku bunga deposito (X2) dengan jumlah data (N) sebanyak 5, memiliki mean 7,0520 dan standar deviasi nya 1,24369.



4.2.1. Analisis Regresi Berganda.

            Hasil perhitungan dengan menggunakan regresi linear berganda disajikan pada tabel dibawah ini.



Tabel 4.5

Hasil perhitungan regresi linear berganda



Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
-28.892
5.036

inflasi
-0.045
0.370
-.0.025
budep
4.760
0.987
1.002
a. Dependent Variable: investasi




Dari tabel diatas dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut ini :

LogY = -28.892 – 0,045X1 +  4.760X2 + e

Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :



1)      Konstanta

            Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar -28.892. nilai konstanta ini menyatakan, bahwa apabila semua variabel bebas (inflasi, suku bunga deposito) bernilai nol, maka investasi swasta sebesar -28.892  milyar rupiah.

2)      Koefesien regresi dari variabel inflasi (X1)

            Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa koefesien variabel inflasi bernilai negatif adalah -0.045, hal ini menyatakan setiap kenaikan inflasi sebesar 1% mengakibatkan investasi swasta turun sebesar 0.045 %.

3)      Koefesien regresi dari variabel suku bunga deposito (X2)

            Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa koefesien variabel suku bunga deposito positif adalah 4.760 %. hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan suku bunga deposito sebesar 1% mengakibatkan investasi swasta meningkat sebesar 4.760 %.



4.3. Pengujian Hipotesis

4.3.1   Uji t (uji individual)

            Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas inflasi (X1) dan Suku bunga deposito (X2) terhadap variabel terikat investasi swasta (Y) secara individual.

 Hasil perhitugan nilai thitung disajikan pada tabel berikut ini :



Tabel 4.6

Hasil perhitungan nilai t-hitung



Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
-28.892
5.036

-5.737
.029
inflasi
-0.045
0.370
-.0.025
-.121
.915
budep
4.760
0.987
1.002
4.823
.040
a. Dependent Variable: investasi




                                   

Berdasarkan tabel diatas nilai thitung dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.      Inflasi (X1)

           Dari tabel 4.6 diatas dapat terlihat bahwa untuk variabel inflasi nilai thitung < ttabel (-0,121 < 2.920 ) karena nilai signifikan lebih besar dari α 0,05, yaitu 0,915 > 0,05, berarti Ho diterima H1 ditolak, maka secara individual variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta.

2.      Suku bunga deposito (X2)

Dari tabel 4.6 diatas terlihat bahwa untuk variabel suku bunga deposito nilai thitung > ttabel (4.823  > 2.920 ) atau karena nilai signifikannya lebih kecil dari α 0.05, yaitu 0,040 < 0.05 berarti Ho ditolak dan H1 diterima, maka secara individual variabel suku bunga deposito mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel investasi swasta.

           Dari hasil diatas menunjukkan bahwa hanya variabel suku bunga deposito yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta, sedangakan variabel inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta.

4.3.2      Uji F (uji simultan)

           Uji F digunakan untuk menguji keberartian semua variabel bebas inflasi (X1) dan suku bunga deposito (X2) secara bersama-sama terhadap variabel terikat investasi swasta (Y). Hasil perhitungan nilai Fhitung dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4.7

Hasil Regresi : Uji F



ANOVAb
Model
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
134.825
2
67.413
28.185
.034a
Residual
4.784
2
2.392


Total
139.609
4



a. Predictors: (Constant), budep, inflasi



b. Dependent Variable: investasi







Dari tabel 4.7 diatas terlihat bahwa nilai Fhitung > Ftabel (28.185 > 19), dimana signifikannya lebih kecil dari α 0,05, yaitu (0,034 < 0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima, maka variabel inflasi dan suku bunga deposito secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta

4.3.3. Analisis Koefesien Determinasi (R²)

            Persentase pengaruh semua variabel terikat terhadap variabel bebas ditunjukkan oleh besarnya koefesien determinasi (R²). koefesien determinasi (R²) ini menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tetap yang dinyatakan dalam persen (%). Berdasarkan analisis hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan regresi linear berganda untuk menentukan signifikan dari variabel bebas yang terdiri dari inflasi dan suku bunga deposito terhadap investasi swasta, maka diperoleh hasil koefesien determinasi (R²/R square) adalah sebagi berikut.

Tabel: 4.8

Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
.983a
.966
-.931
1.54654
1.186
a. Predictors: (Constant), budep, inflasi


b. Dependent Variable: investasi





           Dari pengujian yang telah dilakukan menghasilkan nilai R² (R square) sebesar 0,966. Hal ini berarti 96.6% dapat dijelaskan oleh variabel inflasi dan suku bunga deposito, sedangkan sisanya (100%-96.6%= 3,4%) dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini memberikan petunjuk bahwa variabel bebas yang terdiri dari inflasi dan suku bunga deposito sangat tepat untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap investasi swasta.



4.4. Pembahasan

                       Berdasarkan hasil output penelitian variabel inflasi mempunyai hubungan yang negatif yang tidak signifikan terhadap investasi swasta. Hasil ini mengindikasikan meskipun laju inflasi mengalami penurunan tiap tahunnya dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Tetapi realisasi investasi swasta khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Aceh masih tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa minimnya investasi swasta di Provinsi Aceh tidak dipengaruhi laju inflasi di Provinsi tersebut, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain misalnya kondisi keamanan yang belum stabil, belum adanya kepastian hukum terkait qanun yang mengatur tentang ekonomi dan investasi, dan birokrasi yang berbelit, faktor inilah yang menyebabkan para investor lebih memilih untuk menanamkan modal diluar Aceh.

           Sedangkan suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi swasta. Hal ini ditunjukkan karena nilai thitung variabel suku bunga deposito lebih besar dibandingkan dengan ttabel (4.823 > 2.920). Hal ini disebabkan karena suku bunga deposito yang diberikan oleh bank  melebihi dari tingkat pengembalian yang diinginkan oleh pengusaha. Jadi pengusaha akan sibuk mengalokasikan dananya kedalam bentuk simpanan deposito atau tabungan. Tentu saja kondisi ini menyebabkan investasi swasta menjadi menurun.

           Dari hasil pengujian hipotesis secara bersama-sama menunjukkan bahwa nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (28.185 > 19). Hal ini berarti variabel inflasi dan suku bunga deposito secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta.

           Jika di perhatikan dari nilai koefesien diterima(R²) menunjukkan bahwa sumbangan yang diberikan oleh variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam mempengaruhi investasi adalah sebesar 96.6% sedangkan sisa sebesar 3,4% dijelaskan oleh variabel lain diluar model, seperti yang dijelaskan diatas.









V.  KESIMPULAN DAN SARAN



5.1. Kesimpulan

            Dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a)      Dari hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel inflasi secara individual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh, karena thitung < ttabel (-0,121 < 2.920). Sedangkan variabel suku bunga deposito secara individual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh, karena thitung > ttabel (4.823 > 2.920)

b)      Dari hasil uji F menunjukkan bahwa secara serentak (bersama-sama) variabel inflasi dan suku bunga deposito  mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh, Karena Fhitung > Ftabel (28.185 > 19).

c)      Dari hasil koefesien determinasi (R²), menunjukkan bahwa variabel inflasi dan suku bunga deposito memberikan sumbangan sebesar 96,6% terhadap investasi swasta di Provinsi Aceh. Sedangkan sisanya 3,4% (100%-96,6%) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain diluar model.



5.2  Saran

           Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :



a)      Bagi pemerintah

            Dengan memperhatikan hasil penelitian diatas maka disaran kepada pemerintah khususnya pemerintah Aceh untuk segera membuat dan mengesahkan qanun yang mengatur tentang kegiatan investasi di Provinsi Aceh, sehingga kepastian hukumnya sudah terjamin. Disamping itu pemerintah Aceh harus mampu menciptakan keamanan yang kondusif di Provinsi Aceh sehinggga konflik yang telah berakhir tidak bergejolak kembali. Begitu pun dengan pelayanan birokrasi, maka pemerintah harus menciptakan pelayanan birokrasi yang terpadu, sehingga prosedur izin yang diperoleh tidak berbelit-belit dengan ditetapkan dan diberlakukannya kebijakan tersebut, maka investasi di Aceh diharapkan dapat terealisasi.

b)      Bagi peneliti selanjutnya

           Peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi swasta. Dan dapat menggunakan objek yang lain, tidak hanya di Provinsi Aceh, tetapi juga di Provinsi yang lainnya di Indonesia.













DAFTAR PUSTAKA



Anto Dajan, 2001. Pengantar Metode Statistik, Jilid II, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Boediono, 1990. Ekonomi Makro, BPFE,  Yogyakarta.

BRR NAD NIAS, 2009. Penyusuanan Profil Daya Tarik Investasi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam,  http://atdr.tdmrc.org : diakses tanggal 14 Mei 2011.

Christina, Merryana, 2010. Analisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro yang Mempengaruhi Investasi Sektor Transportasi di Indonesia, http:// resipotory. usu. ac.id : diakses tanggal 15 Mei 2011.

Deliarnov, 1995. Pengantar Ekonomi Makro, UI-Press, Jakarta.

Firdaus, Rahmat dan Ariyanti, Maya. 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Alfabeta. Bandung

Hasibuan, Malayu S.P, 2001. Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta.

Lubis, et.al. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia, http:// resipotory. usu. ac.id : diakses tanggal 15 Mei 2011.

Nopirin, Ph.d, 1997. Ekonomi Moneter I, BPFE, Yogyakarta.

Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala, 2004. Teori Ekonomi Makro, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Rosyidi, Suherman, 2006. Pengantar Teori Ekonomi, Rajawali Pers, Jakarta.

Sukirno, Sadorno. 2006. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Samuelson dan Nordhaus W, 2004. Ilmu Makro Ekonomi, PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Sunariyah, 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Akademi Manajemen Perusahaan  YKPN. Yogyakarta.

Tambunan Tulus, 2009. Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor.   

Tadoro, P, Micheal, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.




Popular posts from this blog

Makalah Sejarah ilmu Gizi

Penilaian Program Kesehatan

CONTOH PROPOSAL DIARE ( TELAH DI ACC )