Makalah Cacing Pita
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cacing pita, taenia
solium kebanyakan merupakan parasit yang mana pada tingkat dewasanya hidup
dalam saluran pencernaan manusia. Spesies lain yang hampir mirip adalah taeniarinychus
(taenia) saginata yang juga merupakan parasit pada manusia.
Setiap cacing pita dewasa merupakan flatform yang terdiri dari sebuah kepala
sebagai holdfast organ. Scolex dan sebagian besar tubuhnya disusun oleh
segmen-segmen dalam garis lurus yang berentet. Hewan ini melekat pada dinding saluran
pencernaan inangnya menggunakan alat pelekat dan penghisap yang ada pada
scolexnya, bagian belakag scolex disebut leher dengan ukuran yag pendek yang
diikuti oleh sebuah benang proglotid dimana ukurannya secara berangsur-angsur
bertambah dari anterior dan berakhir pada posterior. Cacing ulat panjangnya
mungkin mencapai 1 kaki dan mengandung 800-900 segmen. Sejak itu proglotid
tumbuh dari leher posterior dan berakhir setelah sangat tua. Proglotid yang
dihasilkan mungkin sebanding dengan pembentukan ephyrae oleh scyphistom,
aurelia dan disebut dengan strobilisasi.
Anatomi dari cacing
pita ini disesuaikan dengan kebiasaannya sebagai parasit, dimana dia tidak
punya saluran pencernaan sehingga makanannya akan langsung diserap oleh dinding
tubuhnya. Sistem syarafnya mirip dengan planaria dan faciola hepatica
tetapi tidak berkembang dengan baik Saluran pengeluarannya membujur,
bercabang dan berakhir didalam sel api. Ujung posteriornya terbuka sehingga
zat-zat sisa langsung di eksresikan keluar tubuh.
Setiap lembar segmen pada cacing
pita dewasa hampir semua memiliki organ reproduksi. Spermatozoa mula-mula dalam
spherical testis yang mana tersebar dan dibentuk terus pada setiap segmen yang
dikumpulkan dalam sebuah tabung kemudian di bawa ke genital pori melaui vas
deferens. Telur berasal dari
ovari yang didorong masuk kedalam saluran rahim. Dimana nantinya telur tersebut
masuk pada proses pembuahan oleh spermatozoa yang mungkin datang dari proglotid
yang sama dan turun pada vagina seperti proglotid tua. Uterus menjadi di
gembungkan dengan telur dan dikirimkan pada cabang yang mati, dimana organ
reproduksinya istirahat pada saat diserap. Ketika proglotid matang maka
proglotid tersebut akan dihancurkan dan dikeluarkan bersama feces.
Telur
pada taenia akan berkembang menjadi embrio dengan 6 alat pelekat ketika
ada diluar segmen. Jika mereka dimakan oleh babi mereka
akan masuk kedalam saluran pencernaannya kemudian akan berkembang biak didalam
tubuh babi tersebut, dimana larvanya akan dikeluarkan bersama dengan feces.
1.2. Perumusan
Masalah
1. Pengertian
Cestoda
2. Klasifikasi
Cestoda
3. Identifikasi
penyakit
4. Penyebab penyakit
5. Distribusi penyakit
6. Reservoir
7. Cara-cara penularan
8. Masa inkubasi
9. Masa penularan
10. Kerentanan dan
kekebalan
11. Cara-cara pemberantasan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Cestoda
Cestoda atau cacing pita kebanyakan darinya adalah parasit.
Hampir semua merupakan endoparasit dengan hidup dalam sistem pencernaan pada
vertebrata dan larvanya ada di dalam jaringan vertebrata dan invertebrata.
Tidak ada sistem pencernaan yang didalamnya terdapat termatoda sederhana
seperti cacing pita dan nutrisi diserapnya melalui permukaan tubuhnya.
Kebanyakan cacing pita berbentuk seperti pita dan terdiri dari banyak segmen
yang disebut proglotid. Walau bagaimanapun segmen-segmen tersebut tidak seperti
segmen yang terdapat pada segmen hewan tak bertulang belakang yang lebih tinggi
tingkatannya, seperti anelida. Cacing pita dewasa biasanya terdiri atas
kepala/scolex, leher yang pendek, dan deretan proglotid yang disebut strobila.
Kepala
biasanya dilengkapi oleh sepasang alat penghisap dan kadang-kadang punya
hooklets. Leher tumbuh dari bagian posterior dan berakhir pada bagian ujung
dimana tidak terdapat segmen lagi. Proglotid bertambah ukurannya karena ada
kontraksi dan bermacam-macam sistem organ pada tubuhnya.
Proglotid biasanya memiliki
alat kelamin baik dibagian lateral maupun pada permukaan, tetapi beberapa
spesies punya bagian yang terpisah untuk keduanya. Tubuhnya ditutupi kutikula
karena termatoda dan organ internal ototnya merupakan sel parenkim yang juga
mengandung kapur. Melingkar, lonitudinal, transversal dan otot dorsal-ventral
ada pada trematoda dan tiga syarafnya terikat pada bagian kepala yang berasal
dari serabut syaraf longitudinal. Sistem eksresinya sama seperti apa yang ada
pada trematoda.
Cacing pita merupakan
hermaprodit. Organ reproduktifnya berbeda misalnya pada taenia organ
reproduksi digambarkan untuk mengidentifikasi karakteristiknya. Masing-masing
proglotid memiliki sepasang organ reproduksi yang lengkap, yaitu ovarium dan
testis, sehingga dapat mengadakan pembuahan sendiri. Walaupun populasinya sudah
diketahui diantara segmen-segmen tapi sering kali terjadi pembuahan silang pada
cacing pita yang berbeda. Dibeberapa spesies sel telur dilepaskan dari pori
genital, tetapi dikebanyakan spesies sel telur disimpan dalam segmen-segmennya
sebagai “gravid”, yang terpisah pada tiap lembar segmen didalam feses inang.
Elur dalam segmen-segmen ini mengandung embrio yang dapat berkembang menjadi onchosper,
ini semua dapat berkembang terus menerus hanya ketika mencerna dirinya sendiri.
Onchosper berasal dari telur dan lubang yang terdapat dari dinding usus
didalam ronga tubuh atau pada jaringan tertentu . onchosper pada cestoda
yang lebih rendah berbentuk seperti benang, dimana proscescoidnya
berkembang pada inang yang kedua. Larva tertentu pada cestoda yang lebih tinggi
disebut cysticerciod yang mempunyai rongga walaupun belum sempurna dan
masih dalam proses pembentukan ekor. Rongga yang sebenarnya sudah ada pada : cysticercus
dibagian kepala, coenurus yang besar dan berasal dari kemunculan
banyak scolex, dan echinococcus atau
hidatid.

2.2. Klasifikasi Cestoda
Yaitu divisi yang dibagi kedalam dua
subclass. Subclass pertama yaitu cestodaria yang mempunyai proglotid dan
mempunyai larva dengan sepuluh tahapan dan biasanya memiliki sepuluh alat
pelekat. Tetapi cestoda itu
sudah mempunyai lapisan epidermis dan sistem pencernaan, dan hanya mempunyai
organ pelengkap pada bagian anterior, dan hampir merupakan parasit pada ikan
laut. Subclass yang lain yaitu eucestoda. Hampir semua spesies cestoda
masuk kedalam eucestoda kebanyakan setelah dewasa memiliki prolottid.
Eucesroda
tebagi kedalam 11 ordo tetapi hanya 2 ordo yang merupakan parasit pada
mamalia yaitu : pseudophylidae dan cyclophylidae. Organ
pelekatnya terdapat pada kepala yang dilengkapi dengan alat pelekat, alat
penghisap, bothria, dan othridia.
1.
Ordo Proteocephalide
Cacing pita kecil,
scolex denagan 4 alat penghisap, vitellaria sebagai pita samping, parasit pada
ikan, amphibi, dan reptil.
2.
Ordo Tetraphyllidea
Cacing pita berukuran
sedang,scolex dengan 4 bothridia, vitterallia di bagian samping, parasit pada
ikan elasmobranch, calliobothrium certicillatum terjadi dikatup spiral pada
mulut anjing laut.
3.
Ordo Disculieptidea
Hanya satu species
yang dikenal dari ikan elasmobranch, scolex hanya satu dan tersebar dibagian
anterior, siklus hidupnya belum diketahui.
4.
Ordo Lecanicephalidea
Variabel scolex pada
bagian anterior dan posterior dilegkapi oleh 4 alat penghisap, parasit pada
ikan elasmobranch,
5.
Ordo Pseudophyllidea
Cacing pita
yang kecil atau besar, sclexnya punya dua pothria, pitelaria sebagai polikel
yang tersebar pada pori
uterine yang terbuka di permukaan, parasit pada ikan, burung dan mamalia,.
Kebanyakan ada pada manusia khususnya pada wanitapada bothriocephalus latus
yang mempunyai dua inang intermediet, pada copepod daikan air tawar. Panjangnya
dapat mencapai 20 kaki dan usianya lebihdari 20th dan dapat juga
menjadi penyebab symptoom seperti anemia pada laki-laki
6.
Ordo Trypanorhynchydea
Scolexnya
terdiri dari 2 atau 4 bothria dan 4 rectractile, proboscides berduri dan
tubuhnya memanjang. Pori
alat kelaminnya terletak dipinggir. Ketika dalam keadaan larva merupakan parasit pada ikan teleoste dan setelah
dewasa menjadi parasit pada ikan elasmobranch.
7.
Ordo cycophyllidea
Scolrxnya mempunyai 4
alat penghisap dan juga dilengkapi oleh rostellum, tidak ada pori uterin, vitellarianya ada di posterior
sedangkan ovarinya ada di lateral. Proglotidnya pecah dari srtobila ketika ia
hampir mati, telurnya tidak operculate dan ochospernya tidak bersilia terdapat
pada taenidae. Salah satu yang termasuk ordo ini adalah taenia solium yang
merupakan parasit pada manusia, taenia fisiform pada kucing dan anjing yang
memproduksi larva ketika pada tubuh inang.
8.
Ordo Apollidea
Variabel
scolex, biasanya besar dengan 4 sucker, tidak bersegmen dan parasitkecil pada
angsa dan bebek
9.
Ordo Nippotaeniidea
Scolexnya memiliki 1
sucker dibagian anterior, punya beberapa proglotid dan parasit pada ikan di
jepang dan rusia
10.
Ordo Caryphylidea
Bentuknya tidak
bersegmen, parasit pada pisces dan oligocaetae, berkembang dengan reproduksi
seksual, procercoid saat larva dan hanya memiliki beberapa spesies.
11.
Ordo Spatheathridea
Variabel scolex tidak
punya p[roglotid eksternal dan parasit pada ikan yang hendakbertelur dan ikan
laut.
2.3. Identifikasi penyakit
Taeniasis adalah suatu infeksi pada saluran pencernaan oleh
cacing taenia dewasa; sistiserkosis adalah penyakit/infeksi yang terjadi
pada jaringan lunak yang disebabkan oleh larva dari salah satu spesies cacing taenia
yaitu spesies Taenia solium. Gejala-gejala klinis dari penyakit ini
jika muncul sangat bervariasi seperti, gangguan syaraf, insomnia, anorexia,
berat badan yang menurun, sakit perut dan atau gangguan pada pencernaan.
Terkecuali merasa terganggu dengan adanya segmen cacing yang muncul dari anus,
kebanyakan penyakit ini tidak menunjukkan gejala. Taenasis biasanya tidak
fatal, akan tetapi pada stadium larva cacing Taenia solium mungkin
menyebabkan sistiserkosis yang fatal.
Larva penyebab sistiserkosis pada manusia adalah larva dari
cacing Taenia solium pada babi, sistiserkosis ini dapat menimbulkan
penyakit yang serius biasanya menyerang SSP. Jika telur atau proglottids
dari cacing yang berada dalam daging babi termakan atau tertelan oleh
manusia, maka telur tersebut akan menetas pada usus halus dan selanjutnya larva
tersebut akan migrasi ke jaringan tubuh yang lunak seperti jaringan bawah
kulit, otot, jaringan tubuh lain dan organ-organ vital dari tubuh manusia yang
kemudian membentuk sistisersi. Akibat buruk mungkin terjadi jika larva cacing
tersebut tersangkut pada jaringan mata, SSP atau jantung. Jika pada
sistiserkosis somatik ini muncul gejala antara lain gejala seperti epilepsi,
sakit kepala, tanda tanda kenaikan tekanan intracranial atau gangguan psikiatri
yang berat maka besar kemungkinan sistiserkosis ada pada SSP. Neurocysticercosis
dapat menyebabkan cacat yang serius akan tetapi CFR nya rendah.
Diagnosis penyakit dapat dibuat dengan menemukan dan
mengidentifikasi proglottids (segmen), telur atau antigen dari cacing dalam
tinja atau dengan cara apus dubur. Bentuk telur cacing Taenia solium dan
cacing Taenia saginata sukar dibedakan. Diagnosa spesifik dilakukan
dengan cara membedakan bentuk scolex (kepala) dan atau morfologi dari proglottid
gravid.
Tes
serologis spesifik akan sangat membantu dalam mendiagnosa sistiserkosis. Untuk
mengetahui adanya sistisersi pada jaringan bawah kulit dengan visual atau
preparat diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari spesimen
yang diambil dari jaringan sistiserasi. Sistisersi yang terdapat di jaringan
otak dan jaringan lunak lain dapat didiagnosis dengan menggunakan CAT scan atau
MRI, atau dengan X-ray jika sistisersi tersebut mengalami kalsifikasi.
2.4. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit adalah Taenia
solium biasanya terdapat pada daging babi, dimana cacing tersebut dapat
menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan (oleh cacing dewasa), dan bentuk
larvanya dapat menyebabkan infeksi somatik (sistisersi). Cacing Taenia
saginata, pada daging sapi hanya menyebabkan infeksi pada pencernaan
manusia oleh cacing dewasa.
2.5. Distribusi penyakit
Penyakit ini terserbar di
seluruh dunia, sering dijumpai di daerah dimana orang-orang mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi daging sapi atau babi mentah atau yang dimasak tidak sempurna,
dimana kondisi kebersihan lingkungannya jelek sehingga babi, dan sapi
makanannya tercemar dengan tinja manusia. Angka
kejadian paling tinggi dari penyakit ini adalah di negara-negara seperti
Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan negara-negara di Eropa Timur, dan
infeksi sering dialami oleh para imigran yang berasal dari daerah tersebut. Penularan T. solium jarang terjadi
di Amerika, Kanada, dan jarang sekali terjadi di Inggris, dan di negara-negara
Skandinavia. Penularan oro fekal oleh karena kontak dengan imigran yang
terinfeksi oleh T. solium dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang
meningkat di Amerika. Para imigran dari daerah endemis nampaknya tidak mudah
untuk menyebarkan penyakit ini ke negara-negara yang kondisi sanitasinya baik.
2.6. Reservoir
Manusia merupakan hospes
definitif kedua spesies Taenia; sedangkan sapi merupakan hospes
perantara untuk spesies Taenia saginata dan babi merupakan hospes
perantara untuk spesies Taenia solium.
2.7. Cara-cara penularan
Telur T. saginata yang
dikeluarkan lewat tinja orang yan terinfeksi hanya bisa menular kepada sapi dan
didalam otot sapi parasit akan berkembang menjadi Cysticercus bovis, stadium
larva dari T. saginata. Infeksi pada manusia
terjadi karena orang tersebut memakan daging sapi mentah atau yang dimasak
tidak sempurna yang mengandung Cysticerci; di dalam usus halus cacing
menjadi dewasa dan melekat dalam mukosa usus. Begitu juga infeksi T. solinum
terjadi karena memakan daging babai mentah atau yang dimasak kurang
sempurna (“measly pork”) yang mengandung cysticerci; cacing
menjadi dewasa didalam intestinum.
Namun, cysticercosis dapat terjadi secara tidak
langsung karena orang tersebut menelan minuman yang terkontaminasi atau secara
langsung dari tinja orang yang terinfeksi langsung kemulut penderita sendiri
(aoutoinfeksi) atau ke mulut orang lain. Apabila telur T. solinum tertelan
oleh manusia atau babi, maka embrio akan keluar dari telur, kemudian menembus
dinding usus menuju ke saluran limfe dan pembuluh darah selanjutnya dibawa
keberbagai jaringan dan kemudian berkembang menjadi cysticercosis.
2.8. Masa
inkubasi
Gejala dari penyakit cysticercosis biasanya muncul
beberapa minggu sampai dengan 10 tahun atau lebih setelah seseorang terinfeksi.
Telur cacing akan tampak pada kotoran orang yang terinfeksi oleh Taenia
solium dewasa antara 8 – 12 minggu setelah orang yang bersangkutan
terinfeksi, dan untuk Taenia saginata telur akan terlihat pada tinja
antara 10-14 minggu setelah seseorang terinfeksi oleh Taenia saginata
dewasa.
2.9. Masa
penularan
Taenia saginata tidak secara langsung ditularkan dari orang ke orang, akan tetapi
untuk Taenia solium dimungkinkan ditularkan secara langsung. Telur dari
kedua spesies cacing ini dapat menyebar ke lingkungan selama cacing tersebut
masih ada di dalam saluran pencernaan, kadang-kadang dapat berlangsung lebih
dari 30 tahun; telur cacing tersebut dapat hidup dan bertahan di lingkungan
selama beberapa bulan.
2.10. Kerentanan dan kekebalan
Umumnya setiap orang rentan atau berisiko terhadap infeksi
penyakit ini. Setelah infeksi tidak terbentuk kekebalan terhadap cacing ini,
akan tetapi jarang di laporkan ada orang yang mengandung lebih dari satu jenis
cacing pita dalam tubuhnya.
2.11. Cara-cara pemberantasan
A. Cara pencegahan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan
kesehatan untuk mencegah terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap
tanah, air, makanan dan pakan ternak dengan cara mencegah penggunaan air limbah
untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging sapi atau daging babi secara
sempurna.
Lakukan diagnosa dini dan
pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik pada institusi dimana
penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah
terjadinya cysticercosis. Telur Taenia solium sudah infektif segera
setelah keluar melalui tinja penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang
berat pada manusia. Perlu dilakukan tindakan tepat untuk mencegah reinfeksi dan
untuk mencegah penularan kepada kontak.
Daging sapi atau daging babi
yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5oC (23oF) selama
lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy
sangat efektif.
Pengawasan terhadap bangkai
sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari bangkai yang
terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara
tegas untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang aman, melakukan iradiasi
atau memproses daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan
ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.
B. Pengawasan terhadap penderita, kontak dan
lingkungan sekitarnya.
1. Laporan ke dinas Kesehatan setempat:
Dilaporkan secara selektif, kelas 3C (lihat tentang laporan penyakit menular).
2. Isolasi: Tidak dianjurkan. Kotoran orang
yang terinfeksi Taenia solium
yang tidak diobati dengan baik dapat menular.
3. Disinfeksi serentak: Buanglah kotoran
manusia pada jamban saniter; budayakan perilaku hidup bersih dan sehat secara
ketat seperti membiasakan cuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar
khsususnya untuk mencegah infeksi cacing Taenia
solium.
4. Karantina: Tidak di lakukan
5. Immunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
6. Lakukan investigasi terhadap kontak dan
sumber infeksi : Lakukan evaluasi terhadap kontak yang menunjukkan gejala.
8. Pengobatan spesifik: Praziquantel (Biltricide®) efektif untuk pengobatan T. saginata dan Taenia
solium. Niclosamide (Niclocide®,
Yomesan®) saat ini sebagai obat pilihan kedua kurang cukup tersedia
secara luas dipasaran. Untuk cysticercosis
tindakan operasi (bedah) dapat menghilangkan sebagian dari gejala penyakit
tersebut. Pasien dengan cysticercosis
SSP harus diobati dengan praziquantel atau
dengan albendazole di rumah
sakit dengan pengawasan ketat; biasanya diberikan kortikosteroid untuk mencegah
oedem otak pada penderita cysticerci.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Cestoda atau cacing pita kebanyakan darinya adalah parasit.
Hampir semua merupakan endoparasit dengan hidup dalam sistem pencernaan pada
vertebrata dan larvanya ada di dalam jaringan vertebrata dan invertebrata.
Tidak ada sistem pencernaan yang didalamnya terdapat termatoda sederhana
seperti cacing pita dan nutrisi diserapnya melalui permukaan tubuhnya.
Kebanyakan cacing pita berbentuk seperti pita dan terdiri dari banyak segmen
yang disebut proglotid. Walau bagaimanapun segmen-segmen tersebut tidak seperti
segmen yang terdapat pada segmen hewan tak bertulang belakang yang lebih tinggi
tingkatannya, seperti anelida. Cacing pita dewasa biasanya terdiri atas
kepala/scolex, leher yang pendek, dan deretan proglotid yang disebut strobila.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Achmad,
S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam 1.
Penerbit Karunika Jakarta, Universitas Terbuka. 148
hal.
2.
Anonimous, 2005. Iler (Coleus scutellarioides L. Benth). Pusat
Data dan Informasi – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia .
http//www.pdpersi.co.id/.../news/arsip_ alternatif. php3 [16 Maret 2005]
3.
De
Padua, L. S., N Bunyaprahatsara and R.H.M.J. Lemmens. 1999.
Plant Resources of South East Asia No. 12 (1)
Medicinal and Poisonous Plants. Blachuys Publisher, Leiden . 711p
4.
Goodman, L. S. and Gilman, A.
1960. The Pharmacological Basis of
Therapeutics. New York :
MacMillan Company. 1831 p.
5.
Gross, J. 1987.
Pigments in Fruits.
Academic Press: London .