Makalah Perkembangan Frachising di Indonesia


Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Konsep waralaba (franchise) bukan merupakan konsep yang baru, bahkan merupakan suatu konsep bisnis yang cukup mempunyai sejarah yang panjang jauh ke belakang. Kata franchise diambil dari bahasa Perancis yang artinya kejujuran, bebas, kebebasan, untuk membebaskan (lihat definisi franchise).
Pada abad pertengahan, awal kemunculan franchising di Eropa ditandai oleh hubungan antara para tuan tanah dan buruh atau budak-budak mereka. Para tuan tanah memberikan hak kepada buruh atau budak untuk mengolah lahan, berburu, menjual hasilnya, atau melakukan bisnis para tuan tanah di lahan tersebut.
Isaac M. Singer (1811-1875) menandai munculnya franchise di Amerika dengan bisnis mesin jahitnya. Dia menggunakan franchise untuk menambah jangkauan distribusi pasarnya dengan cepat. Format franchisenhya adalah dengan memberikan hak penjualan mesin jahitnya dan tanggung jawab pelatihan kepada franchisee-nya.
Format bisnis franchising, yaitu dengan memberikan lisensi nama atau trademarks dan konsep bisnis kepada franchisee mulai bermunculan dan menjadi booming setelah Perang Dunia II berakhir. Para pelopor franchise di Amerika, diantaranya:
o   John S. Pemberton berhasil mewaralabakan Coca-Cola.
o   General Motors Industry ditahun 1898 mewaralabakan industri mobil.
o   Western Union dengan sistem telegraphnya.
o   McDonald yang merupakan waralaba skala dunia yang paling sukses.
Dengan semakin banyak franchise yang bermunculan, kebutuhan akan hukum dan perlindungan terhadap konsumen dibutunkan. Terbentuklah Asosiasi Franchise Internasional (International Franchise Association) pada tahun 1960 yang anggotanya terdiri dari franchisor, franchisee dan pemasok.
Franchise saat ini didominasi oleh franchise tipe rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restauran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran.
Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
B. Tujuan
      1.   Bagi Penyusun


o   Menambahkan Pengetahuan tentang bisnis khususnya Perkembangan Franchising di Indonesia
o   Mempercepat pikiran untuk memulai usaha dengan baik dan berkembang pesat dengan cepat.
2.      Bagi Pembaca

o   Sebagai salah satu pedoman untuk membuka memajukan sebuah usaha.
o   Mempercepat berfikir mengembangkan suatu usaha




Bab II
Pembahasan
Perkembangan Frachising di Indonesia


1.   Konsep Frachising
           
         Konsep franchise pertama kali berkembang di Indonesia pada tahun 1970an, dengan berdirinya KFC, Swensen, dan Shakey Pisa yang kemudian diikuti oleh Burger King dan Seven Eleven.
Pada tahun 1990,melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik, politik yang stabil dan keamanan yang terjamin, para investor dari luar negeri mulai melirik Indonesia dan di sini, franchise asing mulai booming di pasar Indonesia .
Pada tahun 1992, di Indonesiat terdapat 29 franchise yang berasal dari luar negeri dan 6 franchise lokal, dan secara keseluruhan, di Indonesia tersebar sekitar 300 outlet. Pada tahun 1997, jumlah franchisor meningkat hingga 265 franchise, di mana terdapat 235 franchise internasional dan 30 franchise lokal. Dan jumlah keseluruhan outlet adalah 2000. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter di Indonesia. Pada saat ini, diikuti oleh krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada tahun 1998 yang mengakibatkan jatuhnya industri franchise di Indonesia. Banyak franchisor asing yang meninggalkan Indonesia dan hampir sekitar 500 outlet yang tutup oleh karena kondisi yang tidak mendukung ini. Pada saat itu, jumlah franchise dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia menurun dari 230 hingga 170-180 franchise. Tetapi justru pada saat ini, franchise lokal mulai memadati pasar franchise Indonesia dari 30 meningkat hingga 85 merek produk yang berkembang.
Evolusi perkembangan jumlah franchise di Indonesia terlihat di tabel berikut:
Tahun
1992
1995
1996
1997
2000
2001
2005
2006
Asing
29
117
210
235
222
230
237
220
Lokal
6
15
20
30
39
42
129
230
Total
35
210
230
165
261
272
366
450
Sumber : Direktori Franchise Indonesia Edisi 3, 2007
Hingga saat ini, franchise lokal berkembang hingga 360 merek produk, di mana terdapat 9000 outlet, baik sebagai franchisee ataupun company owned.
Menurut Sugiyanto Wibawa, konsultan retail marketing, terdapat 2 faktor yang mendorong para investor dalam berinvestasi di dunia franchising. Pertama, jumlah mall dan retail space yang meningkat dari 75.900m² menjadi 1.78 juta m² di tahun 2004 (sumber: Sugiyana Wibawa, Bisnis Indonesia, Senin, 27 Des 2004) dan 2.82 juta m² di tahun 2006 (sumber : PT Procon Indah, Bisnis Indonesia, Senin 27 Des 2004). Agen properti mempromosikan space di mall sebagai salah satu investasi yang menguntungkan.
Faktor ke-2, tarif/bunga deposito yang perlahan lahan menurun. Hal ini mendorong para investor untuk melihat kesempatan investasi lainnya yang lebih prospektif dan menguntungkan serta dengan resiko yang lebih kecil.
2.   Pemahaman Master Franchise
Master Franchisee adalah duplikasi dari kegiatan franchisor di wilayah (teritori) tertentu. Untuk itu kegiatannya berfungsi sebagai franchisor di wilayah tersebut. Umumnya, dari Pemberi Waralabanya, dia diberi hak untuk membuka outlet usahanya, mengelolanya sesuai ketentuan yang diperjanjikan dengan pemberi waralaba, dan dia juga diberi hak untuk menjual hak waralabanya kepada penerima waralaba lanjutan di wilayahnya tersebut. Sebagai pemberi waralaba lanjutan, dia mempunyai kewajiban untuk membina dan membantu suksesnya usaha penerima waralaba lanjutan.

a.   Target-target yang ditetapkan prinsipal terhadap master franchise.
Pada umumnya master franchisee mempunyai target terhadap pengembangan jumlah outlet. Bahkan master franchisee juga ditargetkan untuk memberikan kontribusi pembayaran tertentu dari jumlah outlet yang harus dibuka di wilayahnya.
b.   Perkiraan jumlah pemegang master franchise di Indonesia

         Jumlah pemegang master franchisee saat ini sulit di data secara akurat. Sumber dari media bisnis nasional ternama tahun 2004 jumlahnya 104 perusahaan. Sekarang jumlahnya sudah  lebih dari itu, karena ada beberapa pemegang hak master franchise yang sudah mendapatkan haknya tetapi belum membuka usahanya.
Sedangkan menurut PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba, setiap penerima franchise (asing) wajib mendaftarkan usahanya ke Departemen Perdagangan RI dan mendapatkan STPUW (Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba), yang saya cermati di Departemen Perdagangan jumlahnya yang telah mendaftarkan tidak lebih dari 40 perusahaan saja.

c.   Perkembangan bisnis waralaba international di Indonesia.
Dengan berkembangnya Free Trade Area (perdagangan bebas) baik di kawasan terbatas maupun antar dua negara (bilateral), tentunya perkembangan franchise asing/ internasional mau-tidak mau akan berkembang dengan pesat. Apalagi frekwensi traveling dari masyarakat luar ke dalam negeri, maupun sebaliknya juga semakin tinggi. Sehingga merek-merek asing akan saling dibutuhkan oleh masyarakat untuk hadir diberbagai tempat yang dinamis ini.
d.   Keunggulan franchise internasional dibandingan franchise local
Untuk beberapa merek terkenal umumnya mereka lebih unggul disistem usahanya. Untuk itu mereka berani mempertaruhkan mereknya untuk bersaing secara internasional. Tetapi masih ada juga beberapa merek asing yang tidak terkenal dan berusaha untuk membuka outletnya di Indonesia dengan pengalaman yang sangat minim. Intinya kita perlu cermati betul kehadiran merek asing ini.  Keunggulan merek-merek waralaba internasional umumnya di standarisasi dari sistem operasionalnya, pelatihannya, serta monitoring dan kontrolnya.
3.   Investasi yang paling menguntungkan di Indonesia
         Saat ini, industri franchise berkembang dengan pesat di Indonesia, baik lokal maupun asing. Stabilitas ekonomi, politik dan kemanan yang semakin membaik membuat para investor kembali menyerbu pasar Indonesia. Jumlah penduduk yang besar (sensus bulan Juli 2007 : 234,693,997, no.4 terbesar di dunia) merupakan salah satu potensi yang dimiliki Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang mencapai GDP US$1,038billion dan US$4.616 per kapitanya membuktikan bahwa Indonesia merupakan pasar yang potensial, baik bagi investor lokal maupun asing.
Menurut ISA Customer Satisfaction Survey Reports, US Department of Commerce, 5 industri franchise yang paling berkembang di Indonesia adalah:
o   Food & Beverages. Misalnya di Indonesia telah menjamur restoran Mc. Donald, KFC, Pizza Hut, Dunkin's Donuts, Wendy's, A&W Restaurants, Saint Cinnamon, Oh La La Café, Haagen-Dazs Ice Cream, Daskin Robbins, Chi chi's, Hartz Chicken, Subway Sandwiches & Salads, TGI Friday's, dsb.
o   Produk pendidikan dan servis (termasuk untuk anak kecil). Misalnya : Berlitz, English First, Gymboree, dsb.
o   Retail (termasuk convinience & Specialty stores). Misalnya : Circle K, AM/PM, Manchester United, Athlete's Food, Body Shop, dsb
o   Servis Real estate: misalnya Century 21, Ray White, Coldwell Banker, LJ Hooker, dsb
o   Laundry & Dry Cleaning, misalnya: 5 à Sec, Jeeves, DeWaas, One hour Martinizing, dsb.
Terdapat 2 peraturan yang berlaku dan harus diterapkan dalam industri franchising di Indonesia.
1.      Peraturan Pemerintah No. 42/2007
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :
1.      Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
2.      Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba.
3.      Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4.      Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang perdagangan.
2.      Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.      Waralaba (franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba.
2.      Pemberi Waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan ha kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba.
3.      Penerima Waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4.      Penerima Waralaba Utama (Master Franchise) adalah Penerima Waralaba yang melaksanaan hak membuat Perjanjian Waralaba Lanjutan yang diperoleh dari Pemberi Waralaba dan berbentuk Perusahaan Nasional.
5.      Penerima Waralaba Lanjutan adalah badan usaha atau perorangan yang menerima hak memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki Pemberi Waralaba melalui Penerima Waralaba Utama.
6.      Perjanjian Waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba Utama.
7.      Perjanjian Waralaba Lanjutan adalah perjanjian secara tertuli antara Penerima Waralab Utama dengan Penerima Waralaba Lanjutan.
8.      Surat Tanda Pendaftara Usaha Waralaba selanjutnya disingkat STPUW adalah bukti pendaftaran yang diperoleh Penerima Waralaba setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan STPUW dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan ini.
9.      Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang perdagangan.

Tujuan peraturan ini diberlakukan adalah untuk melindungi franchisee Indonesia dan juga untuk mengangkat perkembangan bisnis lokal. Hukum franchise ini mewajibkan perjanjian franchise ditulis dalam bahasa Indonesia dan diatur oleh perundang undangan Indonesia dan juga tercakup di dalamnya hal hal yang spesifik, seperti commercial agreement.
Di perjanjian yang berlaku juga harus terangkum di dalamnya pengasuhan, bimbingan dan pelatihan kepada franchisee. Franchisor juga bertanggung jawab untuk menolong franchisee dalam memberikan panduan atau saran di bidang marketing, keuangan dan operasional.
Peraturan lainnya yang penting untuk diperhatikan adalah:
1.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untukselama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebutatau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untukmelaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang
yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4.   Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
5. Permohonan adalah permohonan Paten yang diajukan kepada Direktorat
Jenderal.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak
yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang
menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar
Umum Paten.
7.   Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
8. Pemeriksa adalah seseorang yang karena keahliannya diangkat dengan
Keputusan Menteri sebagai pejabat fungsional Pemeriksa Paten dan
ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu
tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak
Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh
Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah
memenuhi persyaratan administratif.
12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang
berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the
protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the
World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara
tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu
selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati
manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam
jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.

2.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
2.      Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
3.      Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
4.      Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5.      Permohonan adalah permintaan pendaftaran Merek yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
6.      Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan.
7.      Pemeriksa adalah Pemeriksa Merek yaitu pejabat yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri, dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan pendaftaran Merek.
8.      Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9.      Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hak kekayaan intelektual, termasuk Merek.
10.  Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11.  Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12.  Konsultan Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal.
13.  Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14.  Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the Protection of Industrial Property.
15.  Hari adalah hari kerja.

3.      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan dikaitkan pula dengan perlindungan Rahasia Dagang yang diberikan oleh Undang Undang No. 30 Tahun 2000 baik secara perdata maupun pidana. Kemudian penelitian ini mengungkapkan alternatif penyeiesaian sengketa terhadap Rahasia Dagang yang diatur dalam Undang Undang No. 30 Tahun 2000. Sehingga dengan demikian diperoleh bahwa perlindungan hukum Rahasia Dagang yang diberikan oleh Undang Undang No. 30 Tahun 2000 ternyata telah diatur sebelumnya oleh Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana baik dalam segi teori dasar maupun penerapan periindungan hukumnya secara langsung, bahkan ada beberapa pasal di dalam Undang Undang No. 30 Tahun 2000 yang unsur-unsur atau pengertiannya terdapat di dalam beberapa pasal Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Namun, meskipun begitu diperoleh pula bahwa di dalam konsideran Undang Undang No. 30 Tahun 2000 khususnya dalam bagian mengingat tidak ditemukan pasal-pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang menjadi dasar perlindungan Rahasia Dagang sebelum keluarnya Undang Undang No. 30 Tahun 2000. Selain itu juga diperoleh bahwa perlindungan Rahasia Dagang baik secara perdata, pidana maupun melalui alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang Undang No. 30 Tahun 2000 dapat memberikan beberapa keuntungan dan kerugian.

4.   Contoh – contoh Usaha Frachising di Indonesia

1.   Butik Sepatu

         Eltaft merupakan waralaba butik sepatu wanita pertama di Indonesia. Mulai bermain di bisnis sepatu sejak 2003 dan baru 2009 diwaralabakan, Eltaft menawarkan konsep butik yang bukan sekedar jualan produk sepatu, tetapi juga memberikan service lain seperti repair sepatu dan garansi.
Menurut Erry Priyambodo, owner Eltaft, alasan dia mewaralabakan butik sepatunya karena  ingin cepat penyebarannya dan brand awareness Eltaft meningkat. Disamping  bisnis butik sepatu wanita  memiliki prospek bisnis yang besar karena yang diurusi adalah kebutuhan wanita. “Apalagi wanita itu emosional,” imbuhnya.
Eltaft menurut Erry, merupakan butik yang menjual sepatu merek Eltaft. “Kita hanya menjual satu merek itu,” ujarnya. Dulunya outlet pertama di Bogor kemudian pindah di Bekasi. Sekarang Eltaft total sudah punya 4 outlet, selain di Bekasi ada di Mall Ambasador, CBC Cileduk, dan Depok Town Square. “Tiga outlet terakhir adalah milik franchisee” terang Erry bangga.
Erry mengatakan, dalam waktu dekat Eltaft akan buka  2-3 outlet franchise lagi. “Target tahun depan bisa nambah 20 outlet,” katanya. Berapa investasinya? Sekitar Rp 50 juta itu sudah termasuk desain, booth dan sepatu. Lokasi usaha yang prospek menurut Erry adalah di mal, shopping centre atau tempat yang memiliki traffic tinggi.
2.   Bengkel Mobil

Pitstop merupakan  bisnis waralaba pendatang baru di  otomotif. Pitstop sejarahnya adalah dari sebuah bengkel motor yang berdiri di Pematang Siantar pada 1970 dengan nama Toko Expo.  “Baru berganti menjadi Pitstop 8 tahun lalu,” kata Lie Sun Lie, sang pemilik.  Konsep  bisnis  Pitstop adalah fokus pada penjualan ban, aki, oli, spooring, balancing dan tune up. Outlet Pitstop pertama ada di Karawaci dan kedua di BSD.
Sun Lie mengatakan, mulai diwaralaba pada November ini terbukti kehadiran Pitstop begitu diminati. Dengan total investasi Rp 800 juta banyak investor yang tertarik. “Pemaran di JCC baru lalu ada 60 prospek. Mereka berasal Aceh, Medan,  Makasar, Bandung dan lain-lain,” katanya bangga. Tak ayal, dia pun sangat optimis bisnisnya ini akan memberikan prospek bagus  bagi investor, mengingat populasi mobil yang juga  makin bertambah.  “Pasarnya besar. Gambarannya saja penjualan ban di Indonesia saja setahun bisa  4 juta unit,” terang Sun Lie lagi.
Dijelaskan,  sampai dengan 2010  Pitstop optimis bisa buka 20 outlet franchise. Apalagi dengan waralaba otomotif lain yang lebih dulu hadir, Pitstop memiliki banyak  keunggulan, diantaranya adalah harga produk baik itu ban maupun  oli  yang kompetitif. “Keunggulan kita adalah harga produk kompetitif karena kami kerjasama dengan prinsipal ban dan oli. Selain itu keunggulan lain adalah pelayananan yang cepat dan bersahabat, “ jelasnya.




           


Popular posts from this blog

Makalah Sejarah ilmu Gizi

Penilaian Program Kesehatan

CONTOH PROPOSAL DIARE ( TELAH DI ACC )