Proposal TBC


BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
         Penyakit infeksi merupakan problem yang cukup besar di Indonesia, salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan merupakan penyebab kematian dan masalah yang di timbulkan masih cukup berat sehingga memberi ancaman kesehatan di masyarakat baik masa kini maupun masa yang akan datang.
         Tuberkolosis Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil mycobacterium Tuberkolosis yang telah menginfeksi seper tiga penduduk Dunia. Pada tahun 1993 mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar di Dunia penyakit TBC tidak terkendali ini di sebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil di sembuhkan, terutama penderita menular ( BTA Positif ).
         Pada tahun 1995 di perkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang. Di negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 55 % dari seluruh kematiaan, yang sebenarnya dapat di cegah. Di perkirakan 95 % penderita TBC berada di negara berkembang, 75 % diantaranya penderita TBC di derita oleh kelompok usia produktif ( 15-50 tahun).
         Penyakit TBC di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Tahun 1995 hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) menunjukkan bahwa pwnyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit Kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok umur dan urutan pertama dari golongan penyakit infeksi. Tahun 1995-1998, cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10 % dan error rate lebih besar. Pemeriksaan laboratorium belum di hitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85 %. Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583 ribu kasus baru TBC dengan kematian TBC sekitar 140 ribu. Secara kasar diperkirakan setiap 100 ribu penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Paru ( TBC Paru BTA Positif ).
         Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja, dapat menjangkau seluruh Puskesmas, demikian juga rumah sakit swasta dan unit pelayanan lainnya.
1.2.   Rumusan Masalah
         Dengan perhatikan latar belakang masalah di atas dapat di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut apakah penurunan kematian dengan adanya peranan tenaga kesehatan dalam mendeteksi TBC Paru pada masyarakat Kecamatan Kaway XVI yang menyebabkan  kematian.
1.3.   Tujuan Penelitian
         1.   Tujuan Umum
         Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Tuberkolosis Paru, menurunkan angka kematian penyakit TBC dengan memutuskan mata rantai penularan, sehingga penyakit TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
         2.   Tujuan Khusus
               a.   Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kematian yang disebabkan oleh TBC Paru
            b.   Mengidentifikasi faktor penyebab terjadi TBC Paru Puskesmas Kaway XVI
            c.   Mengidenfikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang TBC Paru sebagai pemicu terjadinya penyakit infeksi tersebut
            d.   Mengidenfikasi perilaku, kondisi lingkungan perumahan dan sosial budaya masyarakat Kecamatan Kaway XVI
1.4.   Ruang Lingkup
         Berdasarkan rumusan masalah maka penulis mengambil ruang lingkup faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Tuberkolosis Paru Puskesmas Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
1.5    Manfaat Penelitian
         a.   Bagi Penderita diharapkan mau memeriksakan diri sendiri mungkin, dan meningkatkan perilaku hidup sehat dan perbaikan perumahan serta meningkatkan starus gizi pada kondisi tertentu.
         b.   Bagi peneliti lebih memahami aspek yang mempengaruhi Tuberkolosis dalam penelitian secara menyeluruh.
         c.   Bagi Akademik sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Pengertian Tuberkolosis
         Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobakterium Tuberkolosis ), sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam ( BTA ), kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan.
2.1.1.Gejala Tuberkolosis
         a.   Gejala Utama
               Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
         b.   Gejala Tambahan
               -  Dahak bercampur darah
               -  Batuk darah
               -  Sesak nafas dan rasa nyeri dada
               -  Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan ( malaise ) berkeringat malam tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.
                  Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pada penyakit paru-paru selain Tuberkolosis, oleh sebab itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang suspek Tuberkolosis atau tersangka penderita TBC dan perlu di lakukan pemeriksaan dahal secara mikrokopis langsung.
2.1.2.Penemuan Penderita Tuberkolosis Pada Orang Dewasa
         Penemuan TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut di dukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat. Untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita cara ini biasa di kenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama harus di periksa dahaknya.
2.1.3.Cara Penularan
         Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk dan bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam batuk dropet ( percikan dahak). Dropet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau dropet terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia malalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian- bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seseorang penderita di tentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil makin tinggi pula tingkat terjangkit dalam tubuh. Bila hasil pemeriksaan laboratorium dahak negatif ( tidak terlihat kuman ) maka penderita tersebut di anggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri Tuberkolosis pasca primer adalah kerusakan paru dengan terjadinya kavitas atau efusi plaura.
2.1.4.Diagnosis Tuberkolosis Paru Pada Orang Dewasa
         Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat di tegakkan dengan di temukan BTA positif. Pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan di nyatakan positif sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.
         Bila hanya satu spesimen yang positif perlu di adakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rongent dada atau pemeriksaan dahak SPS di ulang.
-          Kalau hasil rongent mendukung TBC, maka penderita di diagnosis sebagai penderita TBC TBA positif.
-          Kalau hasil rongent tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS di ulang.
         Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat di lakukan pemeriksaan lain. Misalnya biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif berikan antibiotik sektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoxicilin ) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, mungkin gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi pemeriksaan dahak SPS.
-          Kalau hasil SPS positif didiagnosis sebagai penderita TBC TBA positif
-          Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rongent untuk medukung diagnosis TBC :
o   Bila hasil rongent mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif rongent positif
o   Bila hasil rongent tidak mendukung TBC penderita tersebut bukan TBC
      Unit pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas rongent, penderita dapat di rujuk untuk foto rongent dada.
2.1.5.Tujuan Penentuan Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita
      Penentu klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan di mulai.
2.1.6.Kalisifikasi Penyakit
      Tuberkolosis adalah Tuberkolosis yang menyerang jaringan Paru, tidak termasuk pleuru (  selaput paru ).
         Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru di bagi dalam :
         a.   Tuberkulosis BTA Positif
               -  Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
               -  1 Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rongent dada menunjukkan gambaran Tuberkolosis aktif.
         b.   Tuberkulosis BTA Negatif
                  Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rongent dada menunjukkan gambaran Tuberkolosis aktif. TBC Paru BTA negatif, rongent positif di bagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto gambaran kerusakan paru yang luas.
2.2.   Pengobatan Tuberkolosis
2.2.1.Tujuan Pengobatan
         Tujuan dari pengobatan penyakit infeksi Tuberkolosis adalah untuk adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
2.2.2.Jenis dan Dosis OAT
         a.   Inisiasid ( H )
Di kenal dengan INH, bersifat bakterisid ( zat yang dapat membunuh bakteri) dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang di anjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
         b.   Rifampisin ( R )
Bersifat baktrisid, dapat membunuh kuman semidormant ( persister ) yang tidak dapat di bunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB di berikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
         c.   Pirasinamid ( Z )
         Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam, dosis harian yang di anjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu di berikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
         d.   Streptomisin ( S )
         Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu di gunakan dosis yang sama. Penderita sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih di berikan 0,50 gr/hari.
         e.   Etambutol ( E )
      Sifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang di anjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali digunakan dosis 30 mg/kg BB.
2.2.3.Prinsip Pengobatan
            Obat TBC digunakan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalamjumlah cukup dosis dan tepat, selama 6-8 bulan, supaya semua kuman ( termasuk kuman persiter ) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat ( jenis dosis dan jangka waktu pengobatan ), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat ( resisten ), untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu di lakukan dengan pengawasan langsung (DOT = diperly obseeved treatment ) oleh seorang pengawas menelan obat ( PMO ).
         engobatan TBC diberikan 2 tahap, yaitu Tahap intensif dan lanjutan :
         a.   Tahap Intensif
         Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah. Terjadinya kekebalan terhadap terhadap semua OAT, terutama rifampisin, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( Konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
         b.   Tahap Lanjutan
      Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
2.2.4.Penyuluhan Tuberkolosis
            Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memilihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya.
            Penyuluhan TBC perlu dilakukan karena masalah TBC banyak berkaitan dengan masalah TBC banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat dalam penanggulan TBC.
Dalam program penanggulan TBC penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita dan keluarga supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur dan sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatan sehingga terhindar dari penularan TBC.
            Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media masa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat tentang TBC. Dari suatu penyakit yang tidak menjangkau masyarakat yang lebih luas. Untuk mengubah perpepsi masyarakat tentang TBC dari suatu penyakit yang tidak disembuhkan dan memalukan menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif.
            Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan pada kader dan demo dan sedangkan penyuluhan oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sektor, termasuk kalangan media massa.
2.2.5.Konsep pengetahuan
            Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, melalui panca indera manusia yakni : Indera penglihatan, pendengaran, rasa penciuman dan raba.
            Pengetahuan merupakan hasil tahu dari tidak tahu dan ini terjadi pada penderita Tuberkolosis Paru yang dimiliki oleh masyarakat kecamatan Kaway XVI.


2.2.6  Konsep Perilaku
         Perilaku adalah dapat dikenal sebagai keadaan jiwa ( berfikir ), Berpendapat dan bersikap untuk memberikan respon terhadap situasi diluar subjek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif juga bersifat aktif. Pada dasarnya bentuk perilaku dapat di amati melalui sikap dan tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa bentuk hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja, perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk pengamatan motivasi dan persepsi, maka dari pengertian tersebut diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa masyarakat kurang kemauan meningkatkan kualitas kesehatan terutama masalah Tuberkolosis.
2.2.7.Sikap
         Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih suatu stimulan atau objek, Merudut Neucomn salah seorang ahli Psikologi  menyatakan  sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan  motif dan aktivitas. Karena kurang mengenal Tuberkolosis paru maka kurang motivasi untuk melakukan pengobatan disamping pelayanan kesehatan kurang mendukung.






BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1.   Kerangka Pemikiran
         Pada dasarnya Tuberkolosis paru tidak lagi masalah kesehatan masyarakat, maka menetapkan kebijaksaan, memberikan paduan serta membuat evaluasi, secara tepat benar dan lengkap. Menciptakan iklin kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit TBC. Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu
         Berikut ini Skema konsep Pemikiran :

3.2.   Variabel Penelitian
         Variabel penelitian yang digunakan adalah
         a.   Variabel independen yaitu peranan kesehatan mendeteksi sedini mungkin            b.         Variabel dependen yaitu kematian ibu
               Penemu dan diagnosa penderita
               1.   Penentuan klasifikasi penyangkit dan tipe Tuberkolosis          
               2.   pemeriksaan dahak secara microskopis langsung
               3.   Pengobatan dan pengawasan pengobatan
                     -  Cross Check sediaan dahak
                     -  Pencatatan dan pelaporan
                     -  Penyuluhan Tuberkolosis       
                     -  Supervisi
                     -  manitoring dan Evaluasi
                  -  Perencaan
                  -  Pengolahan Logistik
                  -  pelatihan
                  -  Penelitian
3.3.   Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Idenpenden


Peranan
Kesehatan
Mendeteksi
Penyakit
Sedini
Mungkin










Dependen
Peningkatan
Status gizi


Salah satu
Penyakit
Menular
Yang dapat
Menyebabkan
Kematian
Terutama
Menyerang
Usia produktif
( 15-50 tahun )
Dan anak –
Anak balita
Tidak diobati
50 % dari
Penderita
Akan
Meninggal
Setelah 5
Tahun
Dengan
Perbaikan gizi
Bagi
Penderita
Maka akan
Mempercepat
Kesembuhan
Penjaringan


















Penimbangan
Wawancara


Pemeriksaan
Sputum/
Dahak













Timbangan



Sputum
Sewaktu

Sputum
Pagi
Sputum
Sewaktu












BB
Kurang
Stop S + + +
+ + -
BTA +
+ - -
Dianjurkan
Pemeriksaan
Ulang
- - -
BTA
BTA








BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.   Sifat Peneliyian
      Peneliyian ini bersifat Deskriptif  badasarkan data yang ada di Puskesmas kecamatan Kaway XVI dan buku-buku yang ada di perpustakaan
4.2.   Lokosi Penelitian
      Penelitan dilikukan pada Puskesmas Kecamatan Kaway XVI  Kabupataen Aceh Barat.
4.3.                     Waktu Penelitian
      Penelitian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2010 Di Puskesmas Kecamatan Kaway XVI
4.4.   Populasi dan Sampel
         4.4.1.   Populasi
Populasi yang di teliti adalah seluruh masyarakat kecamatan Kaway XVI
         4.4.2.   Sampel
                     Penderita Tuberkolosis paru di Kecamatan Kaway XVI
4.5.   Jenis Data
         4.5.1.   Data Primer
Meliputi : Identitas penderita, hasil pemeriksaan darah, hasil pengobatan, hasil pemeriksaan dan serumah.
         4.5.2.   Data Skunder
                     Meliputi : Jumlah dan kontak serumah
4.6.   Cara Menganalisa Data
      Data primer di peroleh dari data yang ada di puskesmas Kecamatan Kaway XVI  dan melihat pelayanan yang ada pada Puskesmas Kecamatan Kaway XVI.
      Data skunder di peroleh melalui peninjauan lansung dari Masyarakat
      Proses Pengolaha Data dan Analisis data. Proses pengolahan data di lakukan dengan beberapa tahap sebagi berikut :
4.6.1.   Editing
      Dimaksut di memperoleh  data yang ada didapat dioalah dengan baik sehingga menghasilkan info yang benar, kegiatan yang di lakukan adalah memeriksa atau mengoreksi kebenaran, kejalasan serta pemberiaan kode.
         4.6.2.   Coding
      Pada data ini yang telah didapat dari hasil telah didapat dari hasil penelitian di kumpilkan dan di nerikan kode.
         4.6.3.   Tabulasi Data
                     Data yang di koreksi kemudian di kelompokkan dalam bentuk tabel
         4.6.4.   Analisa Data
      Digunaka untuk memberikan informasi tentang gambaran Faktor-faktor Pelayanan Tuberkolosis paru di Puskesmas Kecamatan Kaway XVI.
4.7.   Hipotesis
         Hipotesis dalam penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan positif penularan dan pencegahan di Kecamatan Kaway XVI





BAB V
PENUTUP
6.1.   Kesimpulan
               Tuberkolosis Paru adalah penyakit menular yang di sebabakan oleh Mikrobakterium Tuberkolosis di tularkan melalui jalan pernapasan, jumlah basilus yang ditularkan oleh kebnyakan orang yang terinfeksi tidak banyak, khas di perlukan kontak rumah tangga selama beberapa bulan untuk penularannya. Diagnosa Tuberkolosis dapat di tegakkan berdasarkan menifestasi klinik hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
                Pengkajian yang lengkap dan tepat dengan memperhtikan aspek biopsiko da spritual maka masalah pasien dapat sedini mungkin diketahui sehingga masalah yang timbul dapat diatasi secara tepat dan benar. Pelaksaan yang dilakukan baik besifat kolaborasi ataupun idenpenden pada Tuberkolosis paru terdiri dari pemberian oksigen, pemberian obat-obatan yang tepat waktu dan tepat dosis.istirahat yang teratul. Keberhasilan pada waktu mengatasi masalah pasien sangat di tentukan oleh kerjasama pasien sangat di tentukan oleh kerja sama yang baik antara team kesehatan, pasien dan keluarga.
6.2.   Saran
         1.   Tingkat pelayanan kesehatan
         2.   Memberi penyuluhan langsung kepada masyarakat
         3.   Penjaringan
         4.   Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sendiri mungkin serta meningkatkan cakupan program.
         5.   Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat
         6.   Perbaikan perumahan serta peningkatan gizi.


Popular posts from this blog

Makalah Sejarah ilmu Gizi

Penilaian Program Kesehatan

CONTOH PROPOSAL DIARE ( TELAH DI ACC )